Jakarta, suarabali.com – Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian memanggil penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, terkait penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), atas kasus yang dilaporkan oleh Ketua DPR Setya Novanto terhadap pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
“Saya langsung memanggil penyidik Bareskrim Dirtipidum, mengenai kenapa SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) itu diterbitkan,” tegas Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/11).
Kapolri mendapatkan laporan bahwa kasus itu dilaporkan oleh Setya Novanto pada 9 Oktober lalu, dari penyidik Bareskrim. Kapolri juga sudah mendengar penjelasan penyidik perihal laporan Setnov tersebut.
“Saya mendapat laporan bahwa kasus ini dilaporkan tanggal 9 Oktober sebagai dampak dari keputusan praperadilan yang menganggap bahwa status tersangka saudara Setya Novanto tidak sah, sehingga yang dilaporkan adalah berarti langkah-langkah administrasi maupun langkah hukum yang dikerjakan oleh KPK,” tegasnya.
Tito mengatakan, penyidik telah menindaklanjuti laporan Setnov itu dengan memeriksa pelapor, saksi-saksi dan sejumlah dokumen yang diserahkan oleh pelapor. Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi ahli.
“Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saudara pelapor, kepada beberapa saksi, kemudian dokumen-dokumen yang diserahkan, termasuk keputusan praperadilan, setelah itu dilakukan pemeriksaan beberapa saksi ahli. Tadi ada tiga saksi ahli,” imbuh Tito.
Dari keterangan ahli dan saksi itu, penyidik menilai bahwa kasus itu dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Akan tetapi, Tito menegaskan bahwa status kedua pimpinan KPK masih sebagai terlapor.
“Tapi, belum menetapkan status saudara yang dilaporkan saudara Agus Rahardjo dan saudara Saut Situmorang, sebagai tersangka,” kata Tito.
“Sekali lagi yang saya tekankan bahwa saya sudah tanyakan betul kepada penyidik, apakah ini statusnya tersangka atau terlapor? Terlapor. Jadi bukan status tersangka,” sambungnya.
Kapolri menambahkan, SPDP itu dibuat dengan tembusan kepada lima pihak yakni ke kejaksaan, pelapor hingga kedua terlapor. Menurut Kapolri, penyidik wajib menerbitkan SPDP karena kasus yang dilaporkan berkaitan dengan keputusan MK yang mewajibkan penyidik untuk menerbitkan SPDP ketika memulai suatu proses penyidikan.
Kapolri menampik tudingan bahwa bocornya SPDP itu dilakukan oleh institusinya.
“Nah yang pelapor ini, mungkin dia yang menyampaikan kepada publik, jadi bukan Polri yg menyampaikan kepada publik. Saya sampaikan kembali, bukan Polri, tapi kemungkinan besar adalah pelapor menyampaikan kepada media,” tegas Tito.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Setya melaporkan sejumlah pemimpin dan penyidik KPK ke Polri. Mereka menuduh para terlapor telah membuat dan menggunakan surat palsu, juga menyalahgunakan kewenangan.
Kemarin, tim yang sama mengedarkan SPDP untuk para pemimpin dan penyidik KPK. Surat tersebut ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak, pada 7 November lalu. Di sana tercantum nama Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai terlapor. Pasal yang dikenakan terhadap mereka adalah Pasal 263 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 serta Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.(Tjg)