Suarabali.com – Nyaris setiap hari saya menempuh perjalanan dari Gianyar menuju Kuta atau sebaliknya. Terkadang seorang diri, tapi lebih sering bersama rekan. Bersama-sama dalam arti adalah masing-masing dari kami sepakat hendak menuju Kuta. Masalah kendaraan apa yang akan kami gunakan, pilihan rute mana yang akan ditempuh bisa jadi berbeda, Dan itu sah-sah saja. Sebab, masing-masing pribadi punya pertimbangan sendiri soal untung-rugi terhadap apa yang diputuskan. Dan itu tak perlu lagi untuk diintervensi.
Contoh, saya lebih suka memilih rute yang melewati by pass Ngurah Rai, sementara rekan saya lebih suka melewati jalan Imam Bonjol atau sebaliknya. Alasannya pun bisa banyak hal. Ada yang sekadar jenuh dengan rutinitas rute biasanya dan ingin merasakan sensasi perjalanan yang berbeda. Ada yang lebih karena alasan kemacetan lalu lintas atau pertimbangan efisensi waktu dan kemungkinan lain yang dianggap menguntungkan bagi si pengambil keputusan.
Buat saya, it’s OK. Tak ada masalah dengan pilihan-pilihan tersebut. Toh Pada akhirnya, rute mana pun yang kita pilih, nantinya akan sama-sama berhadapan dengan banyak persimpangan jalan, banyak rambu-rambu penanda, serta kelokan demi kelokan jalan. Namun, sepanjang tujuan tak berubah, perjalanan akan membawa kita pada sebuah titik temu yang telah kita rencanakan bersama, dan semua akan baik-baik saja.
Sesederhana itulah analogi hidup. Ada begitu banyak jalan untuk mencapai tujuan. Ada begitu banyak cara yang bisa kita pergunakan dengan sadar dan merdeka. Namun, alih-alih fokus pada tujuan, sering kali kita terjebak dalam perdebatan tak penting yang hanya akan membuang banyak waktu dan energi. Betapa sia-sia dan melelahkan hidup jika diisi hanya untuk memperdebatkan kebodohan tanpa ada solusi baik yang didapatkan.
—Purnama Wake