• Home
  • Indeks Berita
  • Ketentuan
  • Ketua PWI Pusat Ingatkan Media Massa Pentingnya Jaga Kebhinekaan   Jelang Pilkada 2024
  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Terms of Service
Minggu, 13 Juli 2025
  • Login
Suara Bali
Advertisement
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up
No Result
View All Result
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up
No Result
View All Result
Suara Bali
No Result
View All Result
Home Nasional

Dokter Maria Tak Lelah Mengobati Pasien Miskin

by
November 28, 2017
in Nasional
0
Dokter Maria Tak Lelah Mengobati Pasien Miskin
0
SHARES
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WhatsApp

Surakarta, suarabali.com – Dokter Maria Retno Setijawati tak pernah lelah menjalani aktivitasnya. Dia selalu tersenyum dan terbuka kepada setiap orang. Dia menekuni profesi dokter, karena ingin ‘balas dendam’ atas kondisi yang menimpanya.

“Saya ingin menjadi dokter, karena melihat  waktu dulu banyak orang yang kena folio. Jadi, saya ingin memberi penyuluhan tentang imunisasi folio. Kenapa  zaman dulu banyak balita yang belum diimunisasi,“ tutur dokter yang lahir di Surakarta pada tahun 1959 ini.

Related posts

Presiden Prabowo Instruksikan Menteri Terkait Jaga Stabilitas Harga Bahan Pangan Jelang Ramadhan

Presiden Prabowo Instruksikan Menteri Terkait Jaga Stabilitas Harga Bahan Pangan Jelang Ramadhan

Februari 28, 2025
Hukuman Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun dalam Kasus Korupsi Gas LPG

Hukuman Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun dalam Kasus Korupsi Gas LPG

Februari 28, 2025

Sejak balita, Maria sudah menderita folio. Namun, penyakit itu tak membuatnya berkecil hati. Kekurangan itu justru membuatnya terpanggil untuk berbakti kepada sesama. Jasanya tak ternilai dengan emas intan permata. Dari pagi hingga malam, Maria setia mengobati orang miskin dengan biaya murah tanpa memandang suku, agama, dan ras.

Maria pun menceritakan kisah hidupnya menjadi dokter. Selepas lulus SMA URSULIN Surakarta, Maria muda mendaftar kuliah di Jurusan Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan Universitas Diponegoro. Sayangnya, dia tidak diterima. Lantas, dia mendaftar ke Jurusan Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, sembari menunggu pembukaan pendaftaraan penerimaan mahasiswa baru di tahun depannya.

“Saya kuliah di Unissula tahun 1981. Akhirnya keterusan kuliah di sini. Saya tidak jadi mendaftar lagi di UNS atau Undip,“ tuturnya.

Meskipun mengalami keterbatasan fisik saat kuliah, Maria tak minder dengan kondisinya. Ia dikenal tekun dan pekerja keras. Usaha itu membuahkan hasil. Maria menjadi satu di antara tiga mahasiswa yang lulus tercepat pada tahun 1988.

“Tuhan sangat sayang sama saya. Karena saya selalu diberkahi orang-orang yang perhatian pada saya. Makanya, saya bisa lulus dengan cepat walau dalam kondisi difabel,“ kenangnya.

Lulus kuliah, Maria muda menjadi Kepala Puskesmas Manahan Surakarta selama delapan tahun (1990-1998). Lalu, dia pindah menjadi Kepala Puskesmas Sangkar. Tahun 2008, dia kembali menjadi Kepala Puskesmas Manahan. Di tempat ini, Maria lebih sering  bersentuhan dengan kaum pinggiran. Mulai dari masyarakat menengah ke bawah, termasuk pekerja seks komersial dan penderita HIV/AIDS.

Pada tahun yang sama, Maria mengubah Puskesmas Manahan menjadi klinik metadon (kilinik untuk para pecandu obat). Tak puas, ia aktif di Balai Pengobatan Hati Bunda— berdiri pada 1991— di Pasar Kliwon. Bangunan sederhana di tepi jalan ini menjadi primadona bagi kalangan menengah ke bawah. Saban hari, balai pengobatan ini ramai pasien berbagai tingkatan usia yang memeriksakan kesehatannya. Dibantu tiga karyawannya, Maria penuh dengan kesabaran memeriksa para pasiennya.

Maria mengaku, banyak pasien yang datang tanpa membawa uang sepeser pun. Namun, hal itu tak membuat Maria membedakannya. Dia tetap memberikan pelayanan yang maksimal.

“Ya, kalau ada pasien periksa sama obat, tarifnya cuma 15 ribu sampai 25 ribu rupiah. Nanti kalau cuma periksa tanpa obat, ya, gratis. Saya itu kasihan melihat pasien yang memang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah. Terkadang saya enggak tega menagih pasien untuk membayar. Lah, lihat pakaiannya yang kumal saja, saya enggak tega,“ ujarnya. (sir)

 

Previous Post

BNPB Kaji Ulang Jumlah Pengungsi Gunung Agung

Next Post

Ahmad Dhani Jadi Tersangka Ujaran Kebencian

Next Post
Ahmad Dhani Jadi Tersangka Ujaran Kebencian

Ahmad Dhani Jadi Tersangka Ujaran Kebencian

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru

Lomba Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung 2025: “Bhandana Bhuhkala Festival” Resmi Berakhir

Lomba Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung 2025: “Bhandana Bhuhkala Festival” Resmi Berakhir

4 bulan ago
ASDP Gilimanuk Siapkan 54 Kapal Penumpang Hadapi Arus Mudik Lebaran 

ASDP Gilimanuk Siapkan 54 Kapal Penumpang Hadapi Arus Mudik Lebaran 

4 bulan ago
Penyeludupan Enam Ekor Penyu Hijau Berhasil Digagalkan

Penyeludupan Enam Ekor Penyu Hijau Berhasil Digagalkan

4 bulan ago
IC Consultant Bali Gelar Edukasi Pajak untuk Pengusaha

IC Consultant Bali Gelar Edukasi Pajak untuk Pengusaha

4 bulan ago
Suara Bali

© 2023 PT Suara Bali Media - All Right Reserved

  • Redaksi
  • Ketentuan
  • Kode Etik

No Result
View All Result
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up

© 2023 PT Suara Bali Media - All Right Reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In