Jakarta, suarabali.com – Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto mulai digoyang pasca ia ditahan KPK karena kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengklaim jika DPD I Golkar di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, menghendaki adanya perubahan di pucuk kepemimpinan partainya.
“Kalau ditanya dukungan DPD I, saya sih sudah berkomunikasi dengan DPD I, khususnya wilayah Jawa. Pada prinsipnya, mereka menghendaki perubahan karena mengalami kecemasan terhadap tingkat keterpilihan Golkar. Itu kan Jatim, Jateng, DKI Jakarta, yang saya berkomunikasi langsung,” kata dedi ketika dihubungi wartawan, Senin (20/11/2017).
Bupati Purwakarta itu menambahkan, secara prinsip, DPD I yang ia sebutkan ingin ada perubahan, karena baginya, untuk apa gagah-gagahan memimpin partai kalau Golkar hanya mendapatkan 3% suara.
“Jadi, ini tidak hubungannya dengan subjektivitas. Bagi saya, siapapun orangnya (yang menggantikan Setya Novanto), baik (yang dipilih melalui) mekanisme pelaksana tugas, Munas, asalkan bisa bawa perubahan bagi Golkar, melahirkan kepercayaan publik, saya enggak ada problem karena agenda saya perubahan Golkar,” tegasnya.
Ia mengingatkan, sejauh ini Jawa Barat masih menjadi salah satu di antara dua provinsi di Indonesia, dimana elektabilitas Golkar masih baik. Satu lagi di Sulawesi Selatan.
Di DKI Jakarta, elektabilitas Golkar sudah di bawah.
“Karena itu saya berkepentingan jangan sampai di Jabar makin menurun. Kalau makin menurun, nasional ambruk,” imbuhnya seraya menjelaskan kalau saat ini, dalam dua bulan elektabilitas Golkar di Jabar . Khususnya Jabar dalam 2 bulan ini telah turun 6% dari semula berada di 18% dan kemudian turun ke 12%.
“Penurunan itu akan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap penurunan Golkar secara nasional,” jelas Dedi.
Ia mengakui kalau elektabilitas Golkar secara nasional sudah berada di bawah 10%, dan itu angka terburuk dalam sejarah partai berlambang pohon beringin itu. Angka ini, katanya, berdasarkan hasil analisis para konsultan.
“Faktor penyebabnya dua hal. Pertama, kasus yang terjadi di Jakarta, gonjang ganjing kasus e-KTP. Termasuk di Jabar kesalahan dalam memberikan rekomendasi. Yang menuai gejolak internal kader. Artinya ada dua hal yang terjadi di Golkar, pertama ginjang ganjing e-KTP. Kedua aspek pengelolaan manajerial organisasi. Saya yakin ini akan makin menurunkan elektabilitas, sehingga diperlukan langkah penyelamatan organisasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kehormatan Golkar, Akbar Tanjung, juga meminta agar Setya Novanto segera diganti karena kasusnya membuat elektabikitas Partai Golkar turun terus.
Ia khawatir jika elektabikitas Golkar secara nasional berada di bawah 4% pada Pemilu 2019, Golkar tak lagi punya perwakilan di DPR. (Tjg)