Bangli, suarabali.com – Situasi dan kondisi yang tidak menentu terkait diberlakukannya status Gunung Agung dari siaga menjadi awas berdampak pada tidak berjalannya kegiatan galian C, terutama di daerah Karangasem. Kondisi ini bisa berdampak pada pelaksanaan pekerjaan fisik Pemkab Bangli terancam molor.
Sehubungan dengan itu, Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) Bangli menyurati Bupati Bangli. Intinya surat tersebut berisi permohonan perpanjangan waktu pengerjaan proyek galian C.
“Masalahnya rekanan kesulitan mendapatkan material seperti pasir batu dan koral, seiring bencana Gunung Agung. Harga material juga meningkat tajam, karena galian C yang berada di daerah Karangasem kini sudah ditutup,” kata Ketua Gapensi Bangli, I Wayan Arianta Rabu(4/10).
Menurut Arianta, ancaman erupsi Gunung Agung, membuat rekanan Gapensi di Bangli termasuk dirinya sendiri kesulitan mendapatkan material seperti pasir, batu dan koral. Kalaupun bisa mendapatkan material tersebut namun harganya naik tajam. Bahkan harga naik dua sampai tiga kali lipat.
”Harganya dua sampai tiga kali lipat dari harga sebelumnya, bahkan koral selain mahal tidak ada barangnya lagi,” tuturnya.
Ia mengaku, bila harus dilanjutkan maka mereka akan terus menderita kerugian yang lebih besar. Bagi yang kebetulan sudah punya stok material, rekanan bisa kerjakan proyek menggunakan material yang masih tersisa.
Ditanya perlunya rekanan untuk mengusulkan eskalasi harga, dimana kemungkinan akan ada perubahan harga bahan, upah, dan alat sesuai dengan kondisi pasar,yang dapat berakibat pada perubahan harga kontrak. Pada kontrak-kontrak tertentu, kontraktor diperkenankan untuk mendapatkan penyesuaian harga kepada pemerintah.
“Tertapi biasanya eskalasi harga oleh pemerintah baru dikeluarkan ketika sudah ada bencana, namun pihak Gapensi sendiri sudah melayangkan surat ke Bupati Bangli memohon untuk diberikan perpanjangan waktu pengerjaan pertanggal 28 September lalu”ujarnya.
Diakuinya bahwa para rekanan Gapensi di Bangli pada posisi dilematis. Terlebih pada kegiatan yang banyak menggunakan pasir batu koral seperti proyek drainase dan proyek jaringan irigasi. ”Yang paling banyak menggunakan pasir, batu dan koral tentu saja kegiatan di jaringan irigasi dan hotmix”, ujarnya.
Terkait dengan naiknya harga material, Arianta mengatakan jika rekanan biasanya membeli batu koral seharga Rp 1,7 juta, kini sudah naik menjadi Rp 4 juta tiap truck. “Mau tidak mau harus dibeli agar proyek selesai,” katanya.(dearna)