Jakarta, suarabali.com – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk pengajuan judicial review Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas, Yusril Ihza Mahendra, mengingatkan umat Islam terkait dampak pengesahan Perppu tersebut oleh DPR, Selasa (24/10/2017).
“Pengesahaan itu akan membuat Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan penetapan menghentikan persidangan karena obyek yang diuji sudah tidak ada lagi, karena Perppu-nya sudah menjadi UU,” kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2017).
Yusril mengakui, nasib Perppu memang tergantung kepada MK dan DPR. Mereka adu cepat. Kalau MK putuskan lebih dulu, misalnya membatalkan Perpu tersebut, maka pembahasan di DPR juga dihentikan karena obyek yang dibahas sudah tidak ada lagi. Demikian juga sebaliknya. Kini DPR lebih dulu menyetujui Perppu disahkan menjadi UU, maka sidang MK yang kehilangan obyek pengujiannya.
Namun begitu, para pihak yang mengajukan pengujian Perppu ke MK dapat mengajukan kembali permohonan pengujiannya, tetapi bukan lagi menguji Perpu, melainkan menguji UU tentang pengesahan Perpu itu. Prosesnya mulai dari awal lagi seperti pernohonan pengujian Perppu yang sudah dilakukan.
MK dinilai lambat mengambil keputusan terhadap pengujian Perppu ini karena yang mohon terlalu banyak, dan semuanya diproses. Padahal sebenarnya cukup satu permohonan saja yang ditindaklnjuti secara serius, karena jika satu permohonan dikabulkan, keputusannya berlaku bagi semua.
“Masalahnya terlalu banyak pihak yang mencari panggung dan mengajukan permohonan sendiri-sendiri, sehingga sidang MK menjadi panjang dan berlarut-larut. Akhirnya didahului DPR. Semua pemohon kini gigit jari,” imbuh mantan Menkumham itu.
Jauh hari Yusril sudah memprediksi bahwa DPR akan menerima Perppu ini karena jika divoting, suara fraksi yang pro Perppu lebih banyak dari penentangnya.
Pertimbangan DPR sangat politis, beda dengan MK yang menguji Perppu semata-mata karena alasan yuridis-konstitusional. PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP adalah partai pendukung Pemerintah Jokowi. Sudah pasti mereka akan menerima Perppu. Partai Demokrat yang diperkirakan akan menolak, ternyata akhirnya juga menyetujui setuju Perppu itu.
“Omas-Ormas Islam kini merupakan kelompok yang paling khawatir dengan Perppu yang bersifat repressif ini. Namun masalahnya adalah kekuatan politik pro Islam di DPR sangat lemah, apalagi di Pemerintah. Sebagian umat Islam telah terkena proses sekularisasi, sebagiannya lagi bersikap pragmatis dan kehilangan idealisme. Pemerintah dan DPR yang seperti ini dengan mudah menggunakan kekuasannya untuk menuduh kelompok Islam sebagai kelompok radikal dan intoleran,” imbuh Yusril.
Pakar hukum tatanegara ini pun memgingatkan kalau Perppu yang sudah disahkan menjadi UU itu bisa menjadi alat untuk menekan dan membubarkan Ormas-Ormas Islam yang berseberangan dengan penguasa. Ini masalah serius bagi umat Islam di negara ini,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Perppu Ormas disahkan DPR melalui mekanisme voting dengan tujuh fraksi menerima dan tiga menolak.
Yang menerima adalah Fraksi PDIP, PPP, PKB, Golkar, Hanura dan Nasdem. Sedang yang menolak PAN, PKS dan Gerindra.
Pengesahaan ini diwarnai unjuk rasa ribuan umat Islam yang menolak pengesahan Perppu tersebut. (Tjg)