Denpasar, Suarabali.com – Berkesenian bukan hanya soal tradisi yang mengikat. Seni juga dapat fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Seperti kolaborasi apik antara musik, tari, dan lagu dengan memadukan unsur- unsur musikal pertunjukan. Pertunjukan itu bernuansa megah dan mampu membius seluruh penonton.
Adalah Pagelaran Tari dan Musik Kolosal Inovatif persembahan Komunitas Seni Saptana Jagaraja Singapadu, memberikan nuansa keindahan seni inovatif kepada pengunjung Bali Mandara Mahalango IV – 2017. Pertunjukan bertajuk “Ulian Seni, Bali Kasub” terinspirasi dari keelokan pesona budaya Bali yang mulai mengalami perubahan.
Guncangan perubahan begitu cepat dan hebat, maka orang Bali harus menemukan kembali jati dirinya untuk membangun pijakan budaya yang kuat dalam menghadapi persaingan budaya global. Pesan tersebut tersaji secara lengkap melalui pertunjukan pada Selasa (14/08) di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya, Denpasar.
Garapan tersebut dibagi menjadi tiga babak. Babak pertama, diisi dengan seni tari Barong Api sebagai tarian kebesaran Desa Singapadu, yang menggambarkan tokoh Cokorda Api sebagai sangging barong terkenal di Bali. Dilanjutkan dengan penampilan kolaborasi grup band Rasta Flute bersama Gamelan Gong Kebyar, menyanyikan lagu-lagu tentang kegelisahan terkait identitas dan jati diri manusia Bali yang sesungguhnya. Dan sebagai penampilan final, nuansa kemerdekaan disuguhkan melalui kolaborasi seni tarian bendera untuk meningkatkan jiwa nasionalisme. Diiringi pula dengan deklamasi dan nyanyian perjuangan.
I Wayan Darya (44), Pimpinan Komunitas Seni Saptana Jagaraga Singapadu, menuturkan bahwa penggarapan pertunjukan ini melibatkan sekitar 200 orang yang didominasi oleh anak-anak muda Desa Singapadu.
“Mulai dari tahun 2011, anak-anak muda dari berbagai banjar ini kumpul sendiri membangun komunitas seni. Kemudian mereka meminta saya (I Wayan Darya –red) untuk membina,” aku Darya.
Ia menuturkan, kegiatan ini tidak hanya melibatkan generasi muda tetapi juga anak-anak, khususnya pada garapan tarian bendera, sebagai upaya regenerasi. “Jadi, para kawula mudanya juga mengajarkan adik-adiknya untuk ikut berpartisipasi. Sehingga ada yang melanjutkan,” imbuh Darya.
Sementara itu, Pengamat sekaligus Kurator Bali Mandara Mahalango IV – 2017, I Made Bandem menuturkan, pertunjukan yang disajikan Komunitas Seni Saptana Jagaraga Singapadu sudah cukup kompak. “Penampilan ini cukup bagus. Berkreasi semacam ini sangat baik, karena awalnya Desa Singapadu itukan penuh dengan potensi kesenian klasik. Tetapi tiba-tiba generasi baru ini (anak muda Desa Singapadu –red) ini mau mencoba seni populer dengan tidak meninggalkan kesenian klasik,” paparnya.
Sayangnya, pelaksanaan pertunjukan kali ini bersamaan jalannya dengan acara lain pada area yang berdekatan sehingga memecah fokus penonton. Tetapi Bandem tetap memberikan apresiasi kepada pertunjukan ini, sebab bisa melibatkan anak-anak muda di Desa Singapadu, bahkan juga anak anak SD.
“Ini namanya pewarisan budaya,” kata Bandem seraya berharap pertunjukan dari Komunitas Seni Saptana Jagaraga Singapadu itu dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak muda lainnya agar makin mencintai seni dan budaya Bali.(GG)