Badung, suarabali.com – Para pelaku industri pariwisata di Bali seharusnya memiliki standar mitigasi bencana. Dengan begitu, wisatawan domestik dan mancanegara tidak perlu waswas berkunjung ke Bali, terkait erupsi Gunung Agung.
Demikian disampaikan A. Lesto Prabhancana Kusumo, Early Warning Sistem (EAS) Telemetri Kebencanaan dan Mitigasi Bencana Gunung Api, saat menjadi narasumber diskusi tentang ‘Edukasi Mitigasi Bencana Gunung Api’ di Kuta, Kabupaten Badung, Senin (18/12/2017).
“Jadi, yang perlu dilakukan adalah keterbukaan dan kejujuran. Selama ini wisatawan menyanyangkan tidak adanya keterbukaan informasi. Mereka membutuhkan informasi mitigasi tentang peralatan, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan,” katanya,
Menurut dia, pelaku industri pariwisata harus mempunyai peralatan atau tim yang nantinya bisa menyiapkan segala kebutuhan wisatawan jika terjadi bencana alam seperti gunung api meletus.
Misalnya, ketika ada hujan abu vulkanik, apa yang harus dilakukan. Para karyawan di obyek wisata atau guide harus mengetahui tentang mitigasi itu. Sehingga, wisatawan tidak khawatir jika Gunung Agung sewaktu-waktu meletus.
“Misalnya, kalau terjadi hujan abu, mereka harus tahu kemana wisatawan harus dibawa. Selain itu, mereka juga membutuhkan peralatan yang harus tersedia lokasi objek wisata atau di hotel,” imbuhnya.
Lesto menyarankan adanya Bali World Class Disaster Mitigation Center (BWCDMC) sebagai tempat verifikasi dan sertifikasi penggiat wisata secara personal maupun perusahaan. Lalu, verifikasi dan sertifikasi itu nantinya dilaporkan ke travel market di luar negeri.
“Mereka bisa memberikan keterangan bahwa hotel ini sudah mempunyai sertifikat dan verifikasi mitigasi BWCDMC. Kita akan bawa hall itu ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) supaya berlaku secara nasional. Kita akan menyusun draf Standar Nasional Indonesia (SNI),” jelasnya.
Dengan adanya sertifikasi dan verifikasi itu, menurut Lesto, pelaku usaha pariwisata tidak perlu repot-repot mengampanyekan bahwa Bali aman. Sebab, negara-negara lain juga memantau Gunung Agung dengan satelit yang mereka miliki.
“Kita bilang Bali aman, tapi yang punya satelit negara lain. Mereka yang melihat langsung ke Gunung Agung. Pakar-pakar vulkanologi kebayakan dari Jerman, Peracis, dan Jepang. Yang mengamati Gunung Agung banyak dari luar dengan perlengkapan canggih. Jadi, mereka lebih tahu,” ungkapnya.
Menurut Lesto, standar mitigasi melalui verifikasi dan sertifikasi memang dibutuhakan wisatawan asing. Sebab, di negara-negara maju, mitigasi bencana sudah menjadi kurikulum di sekolah. (Mkf/Sir)