Pesta kembang api di Finns Beach Club Bali.
Suarabali.co.id – Bali, pulau yang dikenal dengan budaya, tradisi, dan toleransi beragama, kembali diguncang insiden yang menimbulkan keresahan warga. Pada hari Selasa malam, suara ledakan kembang api dari pesta di Finns Beach Club, Kuta Utara, menyela kekhidmatan sebuah upacara keagamaan yang sedang berlangsung di Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Badung.
Saat warga Banjar Tegal Gundul tengah menggelar ritual sakral Mendak Dewata, kembang api meletus berkali-kali di langit, menciptakan gangguan yang tak bisa diabaikan. Pada saat itu, Ida Sulinggih, pemuka agama yang memimpin ritual, melanjutkan doa-doanya dengan suara genta yang hampir tenggelam di antara dentuman kembang api. Meski terasa terganggu, dengan kekuatan spiritual yang kuat, upacara tetap berlanjut hingga selesai.
Warga setempat, yang menyaksikan kejadian ini, segera bereaksi. Mereka menyayangkan sikap pengelola beach club yang dianggap abai terhadap adat istiadat setempat. Warga Banjar Tegal Gundul menyuarakan protes, menekankan bahwa peristiwa semacam ini tak hanya melukai perasaan mereka sebagai penjaga tradisi, tapi juga mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap adat Bali.
“Kami di sini hidup dengan prinsip, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Bukan soal siapa yang datang atau berapa besar investasi yang dibawa, tapi tentang menghormati tradisi yang sudah ada sejak lama,” ujar seorang warga Banjar yang enggan disebutkan namanya.
Finns Beach Club, yang selama ini dikenal sebagai salah satu tujuan wisata populer, seolah mengabaikan sensitivitas budaya lokal dengan melangsungkan pesta yang bersinggungan dengan waktu ritual adat. Meski ekonomi pariwisata Bali menjadi tumpuan, warga mengingatkan bahwa Bali bukan semata tempat untuk hiburan bebas tanpa aturan, melainkan pulau dengan tradisi yang harus dihormati.
Protes ini menjadi cermin bahwa keseimbangan antara pariwisata dan penghormatan terhadap budaya lokal masih harus terus diperhatikan. Bali, yang lebih dikenal karena ketenangan dan keindahan spiritualnya, bukanlah tempat untuk pesta tak beraturan yang mengabaikan etika dan adab.
Warga berharap insiden ini menjadi pelajaran bagi para pelaku usaha pariwisata di Bali untuk lebih peka terhadap kearifan lokal. (dra)