Denpasar, suarabali.com – Gubernur Bali Made Mangku Pastika menilai sistem pendidikan saat ini masih mencerminkan ketidakadilan. Sebab, banyak anak dari keluarga miskin tidak bisa masuk ke sekolah negeri yang disubsidi dan dibiayai oleh pemerintah.
Sekolah negeri yang mendapat subsidi dan dibiayai oleh pemerintah justru menerima anak-anak yang NEM-nya tinggi, yang seringkali adalah anak orang yang mampu, yang fasilitas belajarnya lengkap, dan mampu les privat.
Sedangkan anak-anak dari keluarga miskin memang tidak memiliki sarana belajar yang memadai, harus bekerja membantu orangtuanya, sehingga NEM-nya rendah dan harus masuk di sekolah swasta yang justru harus membayar mahal.
Gubernur Pastika menyoroti masalah pendidikan itu dalam acara sarasehan pendidikan bertajuk “Membangun Masa Depan Pendidikan Bali” di Gedung Wiswa Sabha Utama, Denpasar, Senin (22/1/2018).
“Ini harus kita akhiri, tidak boleh terus-menerus dibiarkan. Ini tidak sesederhana persoalannya. Sekolah negeri, sekolah yang dibayar oleh negara, gurunya dibayar negara, fasilitasnya dibayar negara, gedungnya dibayar negara, tapi rata-rata yang bersekolah anak-anak orang kaya,” jelas Pastika.
Pastika berharap, melalui sarasehan tersebut, bisa dirumuskan pemikiran-pemikiran yang bernas dan inovatif, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan Bali pada masa mendatang.
Pada bagian lain, Pastika mengatakan sekarang saatnya melakukan perubahan secara radikal di dunia pendidikan. Menurut dia, persoalan banyaknya anak-anak yang putus sekolah seharusnya dapat diatasi dengan penerapan teknologi informasi.
Menurut dia, faktor ekonomi menempati urutan pertama penyebab anak-anak putus sekolah. Kemudian, pemahaman orangtua terkait pentingnya pendidikan masih rendah, sehingga anak usia sekolah harus bekerja. Lalu, faktor geografis membuat susahnya akses ke sekolah.
“Harapannya makin banyak anak-anak yang diterima di sekolah dengan teknologi. Banyak anak yang putus sekolah di jalan. Artinya, mereka perlu akses yang lebih murah, lebih cepat, lebih banyak, caranya dengan pendidikan online,” katanya.
Lebih lanjut, Pastika mengatakan, perlu dilakukan perubahan undang-undang supaya apa yang akan dilakukan memiliki payung hukum yang benar. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah sewajarnya dilakukan revisi.
“Waktu itu mungkin perkembangan teknologi belum seperti sekarang. Sudah 15 tahun, harus menyesuaikan dengan perkembangan dunia. Itu kalau kita mau bersaing,” ungkapnya. (Sir)