Chairul Huda, pakar hukum pidana. (foto: istimewa).
Jakarta, suarabali.co.id – Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman pidana uang pengganti Surya Darmadi, dari Rp 42 triliun menjadi Rp 2 triliun. Pakar hukum pidana Chairul Huda menyebut putusan MA soal putusan Surya Darmadi sudah tepat.
“Putusan Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Surya Darmadi yang menghapuskan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yaitu pembayaran kerugian perekonomian negara lebih dari 40 trilyun, memang telah sesuai dengan hukum yang berlaku” kata Chairul Huda kepada awak media, Minggu, (21/10/23).
Pendapat Chairul Huda berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstistusi, pasal 2 dan pasal 3 UU TIPIKOR telah berubah menjadi delik materil karena penggunaan kata “dapat” bertentangan dengan konstitusi dengan alasan menimbulkan ketidak pastian hukum.
Oleh karena itu lanjutnya, kerugian perekonomian negara dalam TIPIKOR harus merupakan kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya sehingga menurut Mahkamah Agung tidak ada ukuran yg pasti untuk menentukan hal ini.
Lebih lanjut dikatakan Chairul Huda, kerugian perekonomian negara dalam kasus ini yang dibuktikan dengan pendapat ahli bukan merupakan perhitungan yang mengikat bagi hakim dan tidak dapat dipastikan terkait kerugian perekonomian tersebut sehingga ditolak oleh Mahkamah Agung.
Selain itu, lanjut dia, sebenarnya kerugian keuangan negara yang dinyatakan terbukti dalam perkara ini sejumlah 2 trilyun lebih sehingga dibebankan kepada terdakwa sebagai pidana tambahan pembayaran uang pengganti juga didasarkan pada pembuktian yg tidak valid. Karena hanya berdasarkan perhitungan BPKP tanpa dideclare oleh BPK .
Padahal, kata Chairul, Mahkamah Agung sendiri yang menentukan dalam peraturannya bahwa kerugian keuangan negara dalam TIPIKOR harus berdasarkan declare BPK sesuai dengan konstitusi negara.
“Oleh karena itu seharusnya Surya Darmadi dibebaskan, apalagi sifat keterlanjuran perbuatannya telah dijadikan pelanggaran administrasi belaka oleh UU/PERPPU CIPTA KERJA” tutupnya. (*)