Jakarta, suarabali.com – DPR RI menyetujui Rencana Undang-Undang (RUU) tentang Kepalangmerahan menjadi undang-undang (UU). Persetujuan itu dicapai dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Senin (11/12/2017).
“Selanjutnya, kami akan menanyakan kepada seluruh anggota Dewan, apakah RUU tentang Kepalangmerahan dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Fadli, yang kemudian dijawab serentak oleh peserta rapat, “Setuju.” Selanjutnya, Fadli mengetuk palu sebagai tanda pengesahan.
RUU tentang Kepalangmerahan merupakan RUU usul inisiatif pemerintah. Berdasarkan Surat Presiden RI Nomor R-65/Pres/10/2016 tertanggal 18 Oktober 2016, Presiden menugaskan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Kesehatan untuk membahas RUU tentang Kepalangmerahan bersama DPR RI.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Syamsul Bachri mengatakan, hasil pembahasan Panja RUU tentang Kepalangmerahan telah dilaporkan dalam rapat kerja dengan wakil pemerintah pada 7 Desember 2017. Dalam rapat kerja tersebut, seluruh Fraksi DPR menyetujul RUU tentang Kepalangmerahan untuk diajukan dalam Pembicaraan Tingkat II di Rapat Paripurna DPR.
Dia juga melaporkan, hasil pembahasan bersama dengan pemerintah memutuskan bahwa lambang kepalangmerahan di Indonesia adalah Palang Merah, dan Perhimpunan Nasionalnya adalah Palang Merah Indonesia (PMI). Hal itu juga mempertimbangkan bahwa PMI telah menjalankan tugas kepalangmerahan menurut Konvensi Genewa sejak 67 tahun yang lalu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950.
Namun, bukan berarti RUU ini meniadakan eksistensi organisasi dan lembaga kemanusiaan lain sebagaimana selama ini sempat menjadi kekhawatiran di masyarakat. Bahkan, RUU tentang Kepalangmerahan menjamin peran lembaga kemanusiaan yang ada di Indonesia untuk terus terlibat secara aktif.
RUU ini juga mengamanatkan kepada PMI untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan lembaga kemanusiaan nasional dan internasional dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara kepalangmerahan. Selain itu, dalam Konvensi Genewa ditegaskan, penyelenggaraan kepalangmerahan harus berlandaskan prinsip gerakan, yaitu prinsip kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, dan kesatuan.
“Dalam forum yang terhormat ini, kami juga ingin menegaskan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau lembaga kemanusiaan lainnya yang terdaftar, sehingga mereka dapat lebih berperan secara aktif dalam kegiatan kepalangmerahan,” papar Syamsul. (Sir)