Jakarta, suarabali.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 diperkirakan berada di level 5,05-5,2%. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan tersebut. Di antaranya, dinamika politik terkait dengan pelaksanaan Pilkada serentak 2018.
Prediksi pertumbuhan ekonomi tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dalam jumpa pers di Kantor Apindo, Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Selasa (5/12/2017).
“Apabila tidak ada perubahan signifikan dalam pengelolaan ekonomi kita, artinya pola kerja enggak banyak berubah, pertumbuhan ekonomi kami perkirakan antara 5,05% sampai 5,2%. Agak berbeda dengan pemerintah yang menargetkan pertumbuhan sebesar 5,4%,” katanya.
Hariyadi menjelaskan, alasan Apindo memproyeksi pertumbuhan tahun depan 5,2% adalah karena dinamika politik yang terjadi selama Pilkada nanti. Suhu politik tahun depan juga membuat pelaku usaha cenderung menahan diri untuk melakukan ekspansi.
“Fokus kelola ekonomi profesional sangat terpengaruh dinamika politik yang ada, khususnya dampak politik yang bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat. Dinamika politik jangan belah masyarakat dengan isu agama dan ras. Kami harapkan itu enggak terjadi,” ujar Hariyadi.
Selain itu, kehadiran regulasi yang mendukung percepatan usaha diharapkan ada untuk mempercepat percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun, jika ada peraturan yang kontra produktif akan menahan ekspansi usaha.
Selanjutnya, deretan peraturan, termasuk di daerah, perlu disederhanakan. Sehingga mempermudah pelaku usaha berekspansi.
“Kalau ada Perda-perda enggak kondusif pelaku usaha melihat sulit dilakukan gugatannya tapi prosesnya akan lama dan memakan niaya yang cukup besar,” ujar Hariyadi.
Hal lain yang perlu diperhatikan tahun depan adalah berkurangnya penyerapan tenaga kerja karena perkembangan teknologi. Tingkat pengangguran dikhawatirkan tidak bisa berkurang banyak demgan adanya otomatisasi tersebut.
“Lapangan kerja dihasilkan sektor formal makin lama menyusut di laporan BKPM. 2010 total investasi Rp 200 triliun lebih penyerapaan rasio per Rp 1 triliun itu 15.004 orang, 2016 Rp 612 triliun total semuanya penyerapannya 2.772 (tenaga kerja) per Rp 1 triliun,” kata Hariyadi. (Sir)