DENPASAR, suarabali.co.id – Wakil Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Ni Luh Puspa, menegaskan bahwa meskipun Bali memiliki kekuatan budaya dan alam, pulau ini tetap ramah bagi wisatawan muslim.
“Pariwisata Bali berbasis pada budaya, alam, dan lingkungan. Semua tempat wisata di Indonesia, termasuk Bali, harus ramah kepada semua wisatawan, apa pun asalnya,” ujar Ni Luh dalam jumpa pers akhir tahun Kementerian Pariwisata, Jumat (20/12/2024).
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Ardhana, menjelaskan bahwa wisata halal adalah wisata ramah muslim melalui penyediaan layanan tambahan yang memenuhi kebutuhan wisatawan muslim.
Beberapa fasilitas pendukung yang diperlukan untuk wisata ramah muslim antara lain:
Makanan Halal: Menjamin keamanan wisatawan muslim dalam mengonsumsi makanan.
Fasilitas Ibadah: Mushala bersih dan nyaman, lengkap dengan tempat wudhu, jadwal salat, dan arah kiblat di kamar.
“Tujuannya adalah memberikan pengalaman yang inklusif bagi wisatawan muslim tanpa mengubah karakteristik utama destinasi wisata tersebut,” jelas Widiyanti.
Mantan Presiden RI, Ma’ruf Amin, sebelumnya juga menjelaskan bahwa wisata halal berbeda dengan wisata religi Islam.
“Kalau mengunjungi masjid itu wisata religi, bukan wisata halal,” katanya. Wisata halal lebih fokus pada layanan halal, seperti tempat ibadah dan restoran halal, untuk menarik wisatawan muslim dari dalam dan luar negeri.
Dengan layanan halal yang memadai, wisatawan muslim dapat merasa nyaman saat bersantap atau melaksanakan ibadah di destinasi wisata.