Badung, Suarabali.co.id – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menjadikan Pulau Dewata ini sebagai pilot project penguatan kekayaan intelektual (KI) bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Satu di antaranya diwujudkan dengan penyelenggaraan World Intellectual Property Organization (WIPO).
Kegiatan itu bertujuan mendukung ketahanan dan keberlanjutan pelaku parekraf, khususnya skala UMKM, dalam menghadapi tantangan legalitas, manajemen KI, branding, dan desain.
“Hari ini merupakan sejarah baru dengan WIPO dalam penguatan dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi pelaku Parekraf di Bali, khususnya di bidang spa dan kerajinan tangan atau kriya,” kata Menparekraf Sandiaga Uno saat menghadiri launching World Intellectual Property Organization (WIPO) di Padma Hotel, Legian, Kuta, Badung, Bali, Selasa (16/5/2023).
Menparekraf berharap HKI dapat meningkatkan nilai tambah produk-produk pelaku ekraf, sehingga target penciptaan 4,4 juta lapangan kerja baru pada tahun 2024 bisa tercapai.
Program itu akan menunjukkan peran KI dalam inovasi, kewirausahaan, dan investasi di bidang pariwisata dengan membimbing dan memfasilitasi pengusaha terpilih untuk pendaftaran dan komersialisasi KI.
“HKI (Hak Kekayaan Intelektual) ini sangat penting, suatu produk yang memiliki HKI ini bisa digunakan untuk menambah omzet dan mampu membuka peluang lapangan kerja. Jika HKI bisa dijaminkan menjadi objek pembiayaan, maka dia (pelaku usaha) bisa mengembangkan usahanya tanpa harus menggadaikan rumah atau mobilnya,” ujarnya.
Sementara Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) berterima kasih karena Bali dipilih menjadi pilot project pertama di Indonesia dalam program penguatan kekayaan intelektual. Dia berharap kesempatan ini bisa dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas produk.
“Beliau (Menparekraf) memilih Bali lantaran banyak pertimbangan. Juga lantaran keterpurukan akibat pandemi COVID-19. UMKM pada saat itu menjadi tulang punggung kita untuk menggantikan sektor pariwisata yang saat itu jumlah kunjungannya hampir tidak ada,” katanya.
Director General for Regional and National Development Sector WIPO Hassan Kleib menjelaskan, selama 11 bulan pihaknya akan memberikan pelatihan terkait desain, branding, packaging, komersialisasi, hingga registering kolektif merek atau merek bersama bagi 25 pelaku parekraf di Bali.
“Kepemilikan merek bersama ini akan mengubah pola dari penjualan produksi sehingga nilai tambah akan semakin tinggi. Kami sudah meluncurkan di berbagai negara dan hampir semuanya memiliki added value. Kalau produk harga jualnya meningkat, kalau jasa, pelayanan jasanya harganya semakin tinggi,” ujarnya. (Rls)