Denpasar, suarabali.com – Penipuan tenaga kerja terjadi lagi. Kali ini, Direktur PT IHSC Jalaludin dilaporkan ke polisi karena diduga menipu dua pria yang dijanjikan bekerja di Jepang. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali merilis kasus yang menjerat direktur perusahaan yang berkantor di Jalan Pulau Moyo, Denpasar, Bali itu.
Kasus tersebut dirilis oleh Kadep Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Irjen Pol. Rahmad Sunanto kepada wartawan di ruang rapat Reskrimum Polda Bali, Rabu (25/4/2018). Turut hadir di acara itu, Wakapolda Bali Brigjen Pol. I Gede Alit Widana, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Hengky Widjaja, dan Wadir Reskrimum Polda Bali AKBP Sugeng Sudarso.
Kasus tersebut berawal dari adanya laporan dari kedua korban Kadek Septian Dwi Cahyadi dan Putu Arnawa ke Polda Bali.
Mereka melaporkan Direktur PT IHSC Jalaludin yang menjanjikan bisa memberangkatkan kedua korban bekerja sebagai buruh bangunan di Jepang dengan program lima tahun. Kedua kedua korban dijanjikan akan mendapatkan penghasilan Rp 18 juta sampai Rp 20 juta per bulan.
Kemudian, di tahun kedua kedua korban diiming-imingi mendapatkan borongan pekerjaan dengan penghasilan Rp 30 juta sampai Rp 50 juta.
Agar kedua korban dapat diberangkatkan ke Jepang, Jalaludin memungut biaya pemberangkatan sebesar Rp 96 juta dengan rincian: Rp 40 juta untuk biaya keberangkatan, Rp 50 juta sebagai uang jaminan, dan Rp 5 juta untuk biaya pelatihan.
“Kalau kedua korban tidak memiliki uang tunai, pelaku akan membantu dengan menggunakan jaminan sertifikat hak milik (SHM) kedua korban yang akan dicarikan kredit di BPR KS Agung Sedana sebesar Rp 150 juta. Rinciannya, Rp 40 juta uang keberangkatan, Rp 50 juta uang jaminan, sisanya Rp 60 juta akan dipergunakan untuk membayar angsuran di bank sebelum kandidat mendapat penghasilan di Jepang. Apabila kedua korban tidak berangkat, maka SHM akan dikembalikan,” papar Irjen Pol. Rahmad Sunanto.
Akibat kuntungan yang dijanjikan Jalaludin, kedua korban akhirnya tertarik dan mengikuti program yang dijanjikan Jalaludin.
Pada Desember 2014, kedua korban dan orangtuanya mendatangi kantor PT IHSC di Jalan Pulau Moyo, Denpasar, Bali untuk mendaftarkan diri sebagai pekerja magang di Jepang. Pada Januari hingga Juli 2015, kedua korban mengikuti pelatihan bahasa Jepang, etika, dan tata krama.
Setelah selesai pelatihan, kedua korban menemui pelapor untuk memastikan keberangkatannya. Namun, Jalaludin malah menawarkan kepada kedua korban untuk mengganti program magang yang sebelumnya lima tahun menjadi tiga tahun.
“Namun, kedua korban menolak dan menyatakan mundur. Mereka kemudian meminta SHM miliknya dikembalikan. Terlapor (Jalaludin) menyanggupinya dan berjanji akan segera mengembalikan SHM kedua korban,” jelas Rahmad Sunanto.
Namun, saat kedua korban menunggu SHM-nya dikembalikan pada Februari 2016, pihak BPR KS Agung Sedana mendatangi rumah kedua korban untuk menagih angsuran pinjaman sebesar Rp 3 juta per bulannya. Kedua korban pun terkejut, karena tidak pernah menerima uang dan telah mengundurkan diri berangkat sebagai pekerja magang di Jepang.
Pada Maret 2016, penyidik OJK mendatangi rumah kedua korban untuk meminta keterangan terkait pengajuan kredit yang diajukan kedua korban ke BPR KS Agung Sedana. Lantaran kedua korban mengaku tidak pernah menerima uang dan merasa ditipu, maka penyidik OJK menyarankan kedua korban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi.
Pada 14 Maret 2018, kedua korban melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali. Atas dasar laporan tersebut, Ditreskimum Polda Bali melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti berupa bukti kuitansi pembayaran biaya keberangkatan, buku bukti akta pendirian PT IHSC tanggal 15 Oktober 2010, bukti pengesahan badan hukum PT IHSC oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Wadir Reskrimum Polda Bali AKBP Sugeng Sudarso mengatakan anggotanya sudah melakukan pemeriksaan terhadap kedua kedua korban dan 10 orang saksi. “Untuk melengkapi pembuktian perbuatan terlapor,” katanya.
Selain itu, Ditreskrimum Polda Bali juga berkoordinasi dengan penyidik OJK terkait penyitaan barang bukti oleh OJK terhadap Dirut BPR KS Bali Agung Sedana.
“Mengingat dokumen pendukung atas perbuatan terlapor masih disita sebagai barang bukti oleh penyidik OJK,” imbuh mantan Kapolres Karangasem ini. (*/Sir)