Jakarta, suarabali.com – Polemik terkait produk kental manis yang akhir-akhir ini jadi buah bibir justru membuka mata masyarakat bahwa menjadi konsumen yang cerdas merupakan keniscayaan. Salah satunya dengan mulai membiasakan diri untuk membaca label pangan (nutrition fact) yang ada di setiap kemasan produk yang akan dikonsumsi.
“Penting bagi masyarakat untuk membiasakan membaca label pangan, nutrition fact juga pesan atau peringatan kesehatannya di kemasan atau kalengnya,” ujar Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Doddy Izwardy kepada media di Kantor Kementerian Kesehatan, belum lama ini.
Manfaat membiasakan diri membaca label, informasi, dan peringatan kesehatan, menurut Doddy, membuat konsumen bisa mengetahui apa saja isi yang terkandung di dalam produk yang akan dikonsumsi. Sehingga, konsumen bisa mempertimbangkan manfaat dan risikonya bagi tubuh.
Survei Diet Total (SDT) yang dilakukan Kemenkes pada tahun 2014 menemukan fakta bahwa secara merata hampir di seluruh Indonesia, konsumsi kental manis menjadi pilihan yang tertinggi dikonsumsi di kelompok produk susu dan olahannya.
“Di masyarakat, kita temukan bahwa pada prakteknya produk ini diberikan kepada anak balita dengan cara diseduh atau dicairkan dengan air, sehingga menyerupai susu (minuman tunggal),” tuturnya.
Maka tidak mengherankan, karena memang masyarakat tidak membaca kemasan. Selain itu, produk ini dipromosikan atau disebut sebagai susu. Sehingga, tidak salah bila masyarakat berasumsi bahwa itu dianggap sebagai sumber protein susu dengan harga yang paling terjangkau (bermanfaat untuk pertumbuhan).
“Produk kental manis ini tinggi energi dan karbohidrat, namun rendah protein. Karena kandungan gulanya sangat tinggi, maka tidak dikategorikan sebagai susu (untuk pertumbuhan). Peruntukannya sebenarnya untuk bahan kue, bukan diperuntukkan untuk minuman tunggal dan diberikan kepada balita,” tandas Doddy. (*)