Denpasar, suarabali.com – Sejumlah warga transmigran asal Bali, khususnya yang bermukim di Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mengadukan masalah penyerobotan tanah mereka oleh perusahaan kepada Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Pengaduan itu disampaikan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan transmigran asal Bali saat bertemu Gubernur Bali Made Mangku Pastika di ruang kerjanya, Rabu (11/7/2018).
Sebelumnya, anggota PHDI Sulteng Wayan Darmada menyampaikan bahwa warga transmigran asal Bali yang sudah mengikuti program transmigrasi sekitar 10 tahun sejak Desember 2008 ke Sulteng, tepatnya Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan, saat ini mengalami permasalahan yang dinilai bisa mengganggu kelangsungan masa depan mereka. Terutama terkait permasalahan sertifikat lahan yang mereka tempati saat ini.
Darmada menceritakan, permasalahan timbul setelah ada perusahaan perkebunan yang masuk ke wilayah mereka. Bahkan, patok batas lahan perusahaan sudah mengambil lahan yang menjadi hak para transmigran seluas 90 hektare.
Di satu sisi, lahan garapan yang ditempati para transmigran itu belum memiliki sertifikat. Saat ini, dari 600 pengajuan sertifikat seluruh warga, yang baru terbit hanya 108 sertifikat.
Adanya kegelisahan kepemilikan lahan yang tidak sah, karena belum memiliki sertifikat apabila terjadi konflik dengan perusahaan tersebut. Itulah yang mendorong mereka menyampaikan pengaduan ke Pemprov Bali. Mereka berharap Pemprov Bali bisa memfasilitasi keluhan tersebut ke Pemprov Sulteng.
Tak hanya itu, warga transmigran yang berjumlah sekitar 200 KK, di antaranya berasal dari Bali sebanyak 50 KK, Jawa 50 KK, dan warga setempat sekitar 100 KK tersebut juga mengalami kendala infrastuktur jalan, penerangan, dan air bersih.
“Saat ini warga kami terisolir. Walaupun ini bukan wewenang dan tugas Gubernur Bali atau Pemprov Bali, tapi kami mohon bisa difasilitasi dengan Pemprov Sulteng agar permasalahan ini bisa selesai,” ujar Darmada.
Mendengar keluhan tersebut, Gubernur Pastika yang juga pernah mengecap pengalaman sebagai seorang transmigran mengaku pernah merasakan hal serupa. Untuk itu, Gubernur Pastika berjanji akan segera menindaklanjuti sesuai kedinasan dengan mengirim surat resmi ke Pemprov Sulteng.
“Ini bukan hanya menyangkut warga Bali yang transmigrasi kesana. Ini bukan masalah suku atau agama. Ini masalah nasional, karena di sana juga ada warga Jawa. Ini urusan hak para transmigran. Kami akan coba bersurat ke Gubernur Sulteng. Setelah itu, kita lihat penanganannya. Kalau belum nanti kita coba bikin pengaduan ke Ombudsman,” tegas Pastika.
Pastika juga memerintahkan pimpinan OPD, dalam hal ini Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Bali, untuk menindaklanjutinya. “Kalau bisa jangan hanya sekadar surat. Nanti berangkat langsung kesana untuk pengajuan suratnya, dan lihat kondisi warga di sana,” pungkas Pastika. (*)