Jakarta, suarabali.co.id – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel menjelaskan pandangan terkait mekanisme kontrol terhadap rumah ibadah sebagai upaya untuk mencegah masuknya paham radikalisme.
Mekanisme kontrol di tempat ibadah tersebut, kata Rycko, diusulkan dengan melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah.
“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” kata Rycko dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu, (06/09/23) dikutip dari antaranews com.
Rycko menjelakan, mekanisme kontrol itu tidak mengharuskan pemerintah mengambil kendali langsung, melainkan mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat.
Pengurus masjid dan tokoh agama setempat, lanjut Rycko, bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran apapun yang berpotensi radikal.
Rycko menambahkan, pendekatan yang diusulkan, adalah dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat dalam memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat penyebaran pesan kebencian dan kekerasan.
Rycko megaskan bahwa pemerintah tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah di tanah air.
“Dari tokoh-tokoh agama setempat atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasan, itu harus disetop,” kata Kepala BNPT.
Rycko menambahkan mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan antimoderasi beragama, bisa dipanggil, diedukasi, diberi pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat.
Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama, tegas Kepala BNPT, maka masyarakat dapat menindaklanjuti hal itu dengan menghubungi aparat setempat.
“Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup,” ucap dia.
Ia menyampaikan, BNPT telah melakukan studi banding ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah.
Namun, Rycko menyadari situasi di Indonesia berbeda. Oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat dengan melibatkan tokoh agama, adat, dan budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.
Kepala BNPT mengusulkan mekanisme moderasi beragama di rumah ibadah saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn.) Safaruddin yang menyinggung adanya karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang terpapar paham radikalisme dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Senin (4/9). (*)