Denpasar, suarabali.com – Pantai Kuta Sepi. Jalanan di seputaran Legian tampak lengang. Sampai pekan ini, hunian hotel di Bali belum kelihatan adanya tanda-tanda peningkatan. Begitu juga beberapa destinasi wisata, pengunjungnya sepi. Sebut saja Seminyak, Legian, dan Jimbaran.
“Tidak seperti biasanya situasi di Kuta dan Legian. Biasanya macet, sekarang lengang. Di Pantai Kuta juga sepi. Hanya terlihat beberapa tamu,” ujar Jemi Harto, sopir taksi online yang sering mangkal di wilayah Kuta.
Harto menyebut, erupsi Gunung Agung juga berdampak pada merosotnya penghasilan para sopir taksi online. Banyak teman Harto mengeluhkan hal yang sama. Di wilayah Kuta, Legian, dan Seminyak misalnya, taksi online mulai kehilangan penumpang.
Banyak hotel dan restoran yang mulai merumahkan karyawannya. “Sebenarnya bukan merumahkan karyawan, karena itu sama dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kami hanya meliburkan karyawan untuk sementara waktu demi efektivitas perusahan sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan,” ujar Mona, Public Relation Melia Hotel Bali, Rabu (13/12/2017).
Sekalipun tingkat hunian hotel menurun hingga tinggal 10 persen, kata Mona, manajemen hotel tidak pernah mem-PHK pegawainya. Menurut dia, kondisi serupa juga dialami hotel-hotel di kawasan Nusa Dua, Jimbaran, Kuta, dan Seminyak.
Namun, kata dia, manajemen hotel punya kebijakan masing-masing dalam menghadapi situasi tersebut. Ada manajemen hotel yang memulangkan karyawan, terutama karyawan yunior dengan masa kerja di bawah dua tahun. Ada pula manajemen hotel yang memutus pekerja harian (daily worker). Ada juga manajemen hotel yang memberikan jatah cuti lebih cepat kepada karyawannya. Misalnya, jatah cuti tahun depan bisa diambil saat ini.
“Tapi, kalau yang PHK total, saya belum ada dengar. Kalau pun ada, kemungkinan mereka yang sudah memasuki masa pensiun. Hanya saja, merumahkan karyawan itu tanpa ada batas waktu. Mereka tetap terima gaji pokok seperti biasa,” ujarnya.
Hal yang sama juga terjadi bagi karyawan restoran berbintang di kawasan wisata Bali. Maris Alexandro misalnya, karyawan restoran di kawasan Kuta Bali, terpaksa dipulangkan oleh manajemen. Dia mengaku tetap mendapat gaji pokok sebesar Rp 1,2 juta. “Biasanya saya terima sebulan Rp 3 juta lebih. Belum lagi tips dari tamu. Kadan-kadang sebulan Rp 4 juta,” ujarnya.
Dia dan beberapa temannya harus rela memenuhi permintaan manajemen, karena memang tamu sepi. Sehari-hari dia bekerja sebagai pembantu koki. Di tempatnya bekerja, memang ada beberapa karyawan yang diliburkan, tetapi tetap menerima gaji pokok.
Sepinya tamu di Bali berawal dari penutupan Bandara Internasional Ngurah Rai beberapa waktu lalu akibat abu vulkanik Gunung Agung. Selama kurang lebih dua hari ditutup, banyak maskapai asing mengevaluasi kembali jadwal penerbangannya. Ada beberapa negara yang memutuskan untuk tidak terbang pada malam hari, karena tidak dapat mendeteksi abu vulkanik.
Sementara slot penerbangan langsung dari berbagai negara ke Bandara Ngurah Rai umumnya pada malam hari. Sejak itulah, kunjungan wisatawan ke Bali terus anjlok.
Hal itu diakui Kepala Divisi China DPP Asita Candra Salim. Untuk Bandara Ngurah Rai, menurut dia, ada 30 penerbangan per hari, baik charter maupun reguler dari China ke Bali. Sekarang, semua penerbangan dari China ditutup total. “Artinya, sekitar 15 ribu penumpang per hari dari China yang ke Bali hilang total,” ujarnya.
Secara keseluruhan, sekitar 98 persen penerbangan dari seluruh daratan China, baik maskapai asal Indonesia seperti Garuda maupun maskapai China ditutup. Tinggal 2 persen yang terbang melalui Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia. Padahal, selama ini banyak penerbangan langsung ke Bali dari beberapa daratan China.
“China akan mengevaluasi penerbangan langsung ke Bali sekitar Januari 2018. Karena itu, saat ini tim kami sudah berangkat ke China, bertemu dengan pemerintah dan para travel agent untuk menjelaskan bahwa Bali itu aman.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta agar elemen pariwisata Bali kembali ke pasar lama seperti Australia dan Eropa. Dia tahu betul bahwa warga China sangat taat pada pemerintahnya. “Saya minta kita kembali ke pasar konvensional seperti Australia dan Eropa. Ini tugas para pelaku usaha pariwisata untuk kembali ke pasar lama kita,” ujarnya.
Pastika mengakui, sampai saat ini ada beberapa negara yang belum mencabut travel advisory kepada warganya untuk bepergian ke Bali karena erupsi Gunung Agung. “Inilah risiko kita menjadi yang besar di dunia. Siapa yang tidak kenal Bali di dunia ini. Negara mana pun tahu Bali. Orang besar itu batuk saja sudah bisa mengubah segalanya,” ujarnya. (Ade/Sir)