Lombok, suarabali.com – Korban luka akibat gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencapai ribuan orang. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB, korban luka berat dan ringan mencapai 5.920 orang. Sementara korban yang meninggal mencapai 377 jiwa.
Dengan jumlah korban tersebut, pemerintah memaksimalkan segala upaya di bidang kesehatan. Termasuk menyediakan rumah sakit terapung Ksatria Airlangga di Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
RS terapung itu berupa kapal pesiar yang didesain menjadi rumah sakit terapung, yang merupakan bantuan dari Alumni Universitas Airlangga, Jawa Timur. Di dalamnya terdapat dua ruang bedah dan beberapa ruang medis.
Selasa (7/8/2018) lalu, RS terapung itu mulai berlayar dari Pelabuhan Rakyat Kalimas, Surabaya, menuju Pelabuhan Bangsal. Namun, terjadi keterlambatan karena tidak mendapatkan izin berlayar. Sementara pihak RS terapung harus pergi menuju Lombok menolong para korban bencana.
Direktur RS Terapung Airlangga, dr. Agus Haryanto mengaku kapal tersebut tidak mendapatkan izin berlayar dari Syahbandar Surabaya. Namun, ia dan rekan lainnya bersikeras berlayar ke Lombok, sehingga akhirnya harus membuat surat penyataan.
“Kami sebenarnya datang terlambat, karena tidak dapat izin berlayar. Tapi, kita jujur nekad berlayar karena ketetapan dari syahbandar yang tidak memberi izin,” kata dr. Agus saat dikunjungi Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, dr. Untung Suseno Sutarjo, Minggu (12/8/2018).
Karena mereka nekad, akhirnya Syahbandar Surabaya meminta pihak RS terapung untuk membuat surat pernyataan yang isinya bila terjadi sesuatu di laut bukanlah tanggungjawab Syahbandar.
“Kalau terjadi sesuatu apapun di laut, itu tanggunjawab Kapten Kapal. Jadi, kami tanda tangan. Jadi, jangan nuntut kalau terjadi apa-apa,” jelas Agus menjelaskan isi surat pernyataan itu.
Namun demikian, Agus dan rekannya sudah mengantongi surat pernyataan. Mereka hanya diperbolehkan berlayar sampai Probolinggo. Untuk menyiasatinya, mereka berlabuh di Pelabuhan Perikanan selama 12 jam. Pada pukul 2 pagi, barulah mereka kembali berlayar hingga tiba di Pelabuhan Bangsal pada pagi harinya.
“Kita baru hari ini pelayanan. Kalau tidak salah ada tiga pasien, operasi fraktur satu orang, dan dua orang lagi trauma pada ujung jari. Sampai hari ini baru tiga orang,” kata dr. Agus.
Meskipun tindakan operasi dilakukan di dalam kapal, dr. Agus menekankan SOP tetap dilakukan, sterilisasi menggunakan perlatan lengkap seperti masker dan sarung tangan saat bertugas tetap diutamakan.
Dr. Agus mengucapkan terima kasih kepada rekan satu timnya di RS Terapung Ksatria Airlangga atas kesediaannya menolong korban bencana gempa bumi di Lombok. Ia berharap keberadaan RS terapung itu bisa menolong banyak korban di sana. (*)