Jakarta, suarabali.co.id – Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut perubahan iklim menyebabkan terjadinya pemanasan global yang memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas bencana hidrometeorologi.
Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrim, tetapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara.
Dwikorita mengatakan, berdasarkan laporan yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) atau Organisasi Meteorologi Dunia, disebutkan bahwa tahun 2022 menempati peringkat keenam tahun terpanas dunia.
Di Indonesia berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG dari 91 stasiun BMKG menunjukkan suhu permukaan rata-rata pada tahun 2022 lebih tinggi 0,9 derajat Celcius dibandingkan tahun 1981-2010, menandakan fenomena peningkatan suhu juga terjadi secara lokal dan global.
Perubahan iklim juga dapat mengancam ketahanan pangan akibat gagal panen
“Organisasi pangan dunia FAO bahkan memprediksi tahun 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim, sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen,” ujar Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan dengan menekankan di tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial, dan ekosistem atau bentang alam.
BMKG terus melakukan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di sektor pertanian, BMKG rutin menggelar sekolah lapang iklim (SLI) dengan sasaran penyuluh pertanian dan petani dari berbagai komoditas unggulan. (*)