Jakarta, suarabali.com – Kabar gembira bagi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas). Pasalnya, Komisi V DPR mengusulkan adanya penambahan anggaran untuk mendukung kinerja dua lembaga penanganan bencana tersebut.
“Kita perlu menyamakan persepsi dan mendukung kedua badan ini. Selama ini kita masih memandang sebelah mata kedua badan tersebut. Hari ini saya minta kita samakan persepsi dan pikiran bahwa kedua badan ini berperan penting,” kata anggota Komisi V Sadarestuwati saat RDP dengan BMKG dan Basarnas dengan agenda Potensi Gempa Bumi Megathrust serta Antisipasinya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Dia memaparkan, wilayah Indonesia yang terletak di ring of fire menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan paling aktif gempa bumi di dunia. Sehingga, BMKG dan Basarnas dinilai perlu meningkatkan intensitas sosialisasi, simulasi gempa bumi serta pelatihan potensi SAR kepada masyarakat.
Menurut dia, hal tersebut tentu membutuhkan dukungan anggaran guna memperkuat mitigasi bencana di Indonesia. Tak hanya itu, kata dia, penambahan anggaran diperlukan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang bersertifikasi serta pemuktahiran peralatan pendukungnya.
“Cukup banyak peralatan BMKG yang mengalami kerusakan. Tidak hanya di Jakarta, tetapi hampir di seluruh daerah. Harapan kita cukup besar bagi mereka. Namun, kita juga harus membantu melakukan kegiatan preventif, karena yang namanya Indonesia ini dikelilingi lempengan,” papar politisi F-PDI Perjuangan ini.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pemotongan anggaran BMKG yang sebelumnya mendapat alokasi Rp 1,7 triliun menjadi Rp1,5 triliun cukup berdampak signifikan pada instrumen observasi BMKG. Setidaknya, ada 30 persen instrumen BMKG yang tidak dapat divalidasi dan 30 persen lainnya tidak bisa dilakukan pemeliharaan sebagaimana mestinya.
Sementara, masyarakat juga dinilai belum siap menghadapi gempa. Seperti yang terjadi pada 23 Januari 2018, gempa Lebak dengan magnitudo 6,1 mengguncang Jakarta. Pusat gempa yang jaraknya 150 km di selatan Jakarta, membuat warga Jakarta panik dan gagap, karena tidak tahu harus melakukan apa.
Menurut dia, kejadian alam tersebut membawa pesan penting bagi Jakarta. Sebab, masih diperlukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengurangi risiko bencana. “Sebagian besar warga Jakarta belum tahu langkah tepat dan paling aman saat terjadi gempa. Warga terbiasa dengan banjir, bukan gempa bumi,” papar Dwikorita.
asil monitoring BMKG terhadap aktivitas gempa Megathrust periode 2009 – 2017 (9 tahun) sebanyak 5.407 jumlah gempa. Rata-rata setiap tahun terjadi gempa Megathrust sebanyak 600 gempa dan terus menunjukkan pola fluktuatif setiap tahunnya. (*/Sir)