Kota Bekasi, suarabali.com – Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) berkomitmen sebagai garda terdepan dalam mengawal Pancasila, NKRI, UUD45, dan Bhinneka Tunggal Ika yakni Empat Pilar Kebangsaan yang tengah disosialisasikan MPR ke berbagai kalangan, termasuk kalangan kampus.
“Komitmen Ubhara Jaya ini akan selalu dipertahankan,” tegas Rektor Ubhara Jaya Irjen Pol (Purn) Drs H Bambang Karsono, SH, MM saat membuka Seminar Optimalisasi Empat Pilar Kebangsaan Dalam Rangka Mencegah Radikalisme dan Terorisme yang berlangsung di Auditorium Ubhara Jaya, Bekasi.
Di hadapan sekitar 400 peserta yang terdiri atas staf, tenaga pendidik, dosen, dan mahasiswa Ubhara Jaya, Rektor Ubhara Jaya mengungkapkan tema yang diangkat merupakan respon terhadap ideologi radikalisme dan terorisme yang kian berkembang di berbagai aspek kehidupan, termasuk juga di dunia pendidikan.
Bambang mengungkapkan, dalam sebuah survei yang dilakukan di 2016, terdata 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyatakan Pancasila kurang relevan untuk diterapkan saat ini, dan mereka memberikan dukungan pada penerapan syariat.
Bahkan, ada 4 persen lagi yang setuju dengan ISIS, dan 5 persen di antaranya adalah mahasiswa.
“Dari data ini jelas, bahwa gerakan radikalisme tidak mengenal ruang dan tempat. Guru atau tenaga pendidik juga jadi sasaran,” kata Bambang, sehingga tambahnya, saat ini diperlukan upaya-upaya penangkalan. Di antaranya melalui seminar yang merupakan kerja sama antara Ubhara Jaya dan MPR, di mana Ketua MPR Zulkifli Hasan menjadi keynote speaker pada seminar tersebut.
Medsos saat ini, diungkapkan Bambang, telah menjadikan ruang publik ramai dengan ujaran kebencian, dan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan menjadi suatu keharusan ditebar informasinya, di tengah dinamika keberagaman dalam konteks kebangsaan.
Revitalisasi Pendidikan
Bahaya dan ancaman radikalisme tetap ada, karena sumbernya masih merajalela. Bahkan, sekarang makin kompleks dengan munculnya persoalan baru, yakni madsalah Yerusalem yang dideklarasikan AS sebagai ibu kota Israel.
“Namun demikian, akselerasi dan eskalasi paham radikal ini bisa dicegah, dengan semakin memperketat pendidikan,” jelas guru besar sejarah Fakultas Adab dan Humahiora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prod Dr Azyumardi Azra, MBE sebagai pemakalah dalam Seminar Optimalisasi Empat Pilar Kebangsaan Dalam Rangka Mencegah Radikalisme dan Terorisme.
Azyumardi menyebutkan pentingnya pendidikan dalam keluarga. “Ini yang pertama dan utama,” jelasnya. Namun, beratnya di zaman sekarang, kedua orang tua sama-sama bekerja karena faktor kebutuhah. Kapan bisa bersamanya?
Jadi, revitalisasi pendidikan di lingkungan keluarga sebagai hal yang utama harus dilakukan. Rumah adalah tempat pendidikan yang penuh kasih sayang. “Cinta kasih harus dihidupkan dalam rumah tangga,” ungkap Azyumardi memberikan solusi.
Bagaimana dengan pendidikan di sekolah, di kampus-kampus? Siswa atau mahasiswa harus menghadapi beratnya kurikulum. “Kondisi ini membuka peluang seseorang melakukan perundungan atau bully, sebagai bentuk pelepasan, karena beban terlalu berat,” kata Azyumardi, yang memuji Ubhara Jaya memiliki berbagai fasilitas untuk melepas energi yang berlebih, sehingga menutup peluang mahasiswa melakukan bully bahkan tawuran. Terlebih masjid di Ubhara Jaya dinilainya sangat representatif.
Selain itu, ungkapnya, perlunya perlindungan dari penetrasi paham radikal dengan memperketat kembali pelajaran atau mata kuliah yang berkaitan dengan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan pendidikan agama yang ketika reformasi justru berkurang. Saatnya mata kuliah tersebut lebih konstektual dengan Indonesia. Silabusnya tak saja ke-Islaman, tapi juga ke-Indonesiaan, yang bisa menumbuhkan hubungan intergritas keagamaan dan ke-Indonesiaan.
“Masyarakat juga berperan dalam pendidikan. Di masyarakat, pelanggaran harus ditindak. Pemimpin masyarakat harus memberikan contoh,” jelasnya.
Pemikiran Radikal
Seminar menurut Ir Juni Thamrin, moderator yang juga dosen Ubhara Jaya, menarik karena menghadirkan para narasumber yang memiliki pemikiran radikal. Antara lain mantan Wakabin Dr KH As’ad Said Ali, Guru Besar UIN Prof Dr Azyumardi Azra CBE, dan Prof (Ris) Dr Hermawan Sulistyo.
“Seru, karena forum seminar ini, selain narasumbernya radikal audiennya pun juga radikal yakni radikal dalam melawan terorisme,” jelas Juni.
Dijelaskan, terorisme dan turunannya sudah saatnya dilawan dengan sikap yang radikal dalam pemikiran maupun tindakan, tidak boleh membiarkan bibit-bibit baru radikalisme yang berorientasi ke tindak pidana tetorisme tumbuh di bumi pertiwi NKRI.
Sosialisasi Empat Pilar
Ketua MPR Dr Zulkifli Hasan merangkum dan menyimpulkan paparan yang disampaikan tiga narasumber. Sebagai keynote speaker, Zulkifli menohok langsung pada upaya menjahit kembali merah putih, yang sempat terkoyak karena proses demokrasi baik dalam penyelenggaraan Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada serentak.
“Ada lima poin yang harus diselesaikan, yakni persoalan kemiskinan, pengangguran, kesenjanga, korupsi, dan persatuan,” jelas Zulkifli.
Ketua MPR menyoroti perkembangan ekonomi yang masih tetap terpusat di Jawa. “Bahkan, kemiskinan dan pengangguran masuk dalam katagori agak berbahaya,” jelasnya. Juga persoalan korupsi. “Beragam profesi telah terjerat korupsi,” ungkap Zulkifli, seraya menyebut politik saja sudah transaksional dan kandidat mencari toke.
Zulkifli menyebut, ada tiga syarat bangsa ini bisa maju. Yakni, harus berilmu, jangan saling menista, dan memiliki nilai-nilai. “Kalau semua diukur dengan uang, tidak akan ada nilai,” jelasnya. (*)