Jakarta, suarabali.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi meminta pemerintah melakukan koordinasi dengan tim independen dari seluruh stakeholder di bidang kelautan dan perikanan untuk melakukan uji petik terhadap alat penangkapan ikan berupa cantrang.
“Larangan penggunaan cantrang telah menimbulkan pro dan kontra sejak beberapa tahun terakhir. Saya berharap agar pemerintah memberikan sebuah kepastian tentang pelarangan tersebut. Jangan sampai menimbulkan konflik horizontal sesama masyarakat atau nelayan dan konflik nelayan dengan pemerintah,” ujar Viva Yoga Mauladi usai memimpin rapat dengar pendapat Komisi IV DPR dengan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (16/1/2018).
Untuk mengatasi semua itu, kata Yota, Komisi IV berharap agar pemerintah melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder di bidang kelautan dan perikanan guna melakukan uji petik terhadap alat penangkapan ikan berupa cantrang, dogol, dan sebagainya yang dilakukan oleh tim independen.
Dia menjelaskan, tim independen yang dimaksud bukan hanya berasal dari pemerintah, melainkan seluruh stakeholder di bidang kelautan dan perikanan, termasuk kalangan akademisi atau pakar perikanan dan kelautan. Tim independen tersebut kemudian melakukan uji petik yang hasilnya akan lebih akurat, valid, dan obyektif serta bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dalam kesempatan itu hadir beberapa pakar kelautan dan perikanan yang menjelaskan penilaian dan pengamatannya tentang cantrang. Nimmi Zulbairani yang merupakan dosen Sekolah Bisnis dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB sekaligus Sekjen Masyarakat Perikanan Nusantara, dan Wasekjen Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia merupakan salah satu pakar yang setuju terhadap penggunaan cantrang.
Nimmi menyimpulkan, alat cantrang dapat terus digunakan. Sebab, berdasarkan analisis yang dilakukan, dampak positif (ekonomi dan sosial) alat tangkap ini lebih besar daripada dampak negatifnya. Jika alat tangkap ini digunakan sesuai dengan ketentuan yang ada dan tidak dimodifikasi agar ramah lingkungan.
“Cantrang, payang, dan dogol tidak benar dikatakan tidak ramah lingkungan. Karena dampak lingkungan terhadap alat tangkap tidak bisa digeneralisasi, tergantung pada lokasi dan bagaimana nelayan mengoperasikan alat tangkap tersebut,” papar Nimmi.
Menurut dia, dampak kerusakan lingkungan tergantung pada kedalaman laut dimana alat tangkap tersebut dioperasikan oleh nelayan, penggunaan tali selambar, ukuran mata jaring, dan penggunaan pemberat. Penambahan penggunaan pelampung dapat dilakukan agar tali selambar tidak sampai dasar. Intinya, semua alat tangkap memiliki dampak terhadap lingkungan jika operasionalnya tidak dikendalikan.
Pendapat berbeda diungkapkan Nugroho, pakar kelautan dan perikanan dari Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan. Menurut dia, penggunaan cantrang telah mengakibatkan penurunan ukuran atau berat ikan. Tren hasil tangkapan didominasi ikan berukuran kecil, yang menunjukkan indeks keragaman tidak sehat.
Dia menjelaskan, rasio rerata luasan daerah penangkapan menurun , dari 600 kilometer persegei menjadi 45 kilometer persegi per kapal per tahun. Biomassa berada pada tingkat di bawah kemampuan pulih akibat creative destruction. “Pengoperasian cantrang memberi tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan,” ungkapnya. (Sir)