Denpasar, suarabali.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI mengutus tim sebanyak empat orang ke Bali, Kamis (7/12/2017) malam. Tim dipimpin Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BKLM Kemendikbud) Ari Santoso, Humas Kemendikbud Danasmoro, Kepala Sub Bagian Hubungan Media BLKM Kemendikbud dan Staf Humas Kemendikbud Seno Hartono.
Ari Santoso dan jajaran, langsung melakukan dialog dengan para wartawan asal NTT di Bali yang tergabung dalam Perhimpunan Jurnalis (PENA) NTT, yang beberapa hari terakhir mengecam pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendy.
Dialog yang berlangsung di Center Point Renon, Denpasar, Bali ini berlangsung panas. Pasalnya, dalam pertemuan tersebut, tim dari Kemendikbud tidak bisa menunjukkan transkrip pernyataan Mendikbud yang memicu kegaduhan.
Sementara di sisi lain, tim Kemendikbud mengakui bahwa, pihaknya sudah mendatangi Kantor Biro Jawa Pos di Jakarta, untuk melakukan klarifikasi dengan wartawan yang menulis berita yang memicu reaksi keras PENA NTT di Bali. Menurut tim Kemendikbud, dalam klarifikasi tersebut, disimpulkan bahwa wartawan Jawa Pos telah menulis kutipan yang berbeda dengan pernyataan Mendikbud.
Tim Kemendikbud juga mengaku memiliki rekaman dan transkrip, terkait pernyataan Mendikbud. Sayangnya saat rekaman dan transkrip pernyataan Mendikbud tersebut diminta wartawan, tim Kemendikbud malah tidak mampu menunjukkan transkrip dimaksud.
“Jika tidak ada transkrip atau rekaman tersebut, maka tidak ada gunanya pertemuan ini. Bubarkan saja. Kita jadwalkan lagi pertemuan, setelah Kementerian memperdengarkan rekaman pernyataan Mendikbud dan transkripnya,” ujar Ambros Boli mewakili wartawan.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Pena NTT Emanuela Dewata Oja itu akhirnya diskors. Saat skors, sekitar 50 orang awak media dan mahasiswa asal NTT itu diminta untuk keluar dari ruangan. Sementara tim dari Kemendikbud diminta untuk berunding agar permintaan untuk memutar rekaman tersebut.
Permintaan itu sangat beralasan karena beberapa anggota Pena NTT sudah berkoordinasi dengan wartawan yang menulis berita tersebut bahwa Mendikbud Muhadjir Effendy memang benar membuat pernyataan yang dianggap melecehkan warga NTT sebagai penyebab merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Bahkan banyak juga anggota Pena NTT yang mendapat kiriman screen shot percakapan Mendikbud dengan salah seorang wartawan di Jakarta agar persoalan ini diselesaikan dengan baik-baik.
“Sejak awal, Pak Kepala Biro BKLM Kemendikbud mengaku memiliki rekaman pernyataan Pak Menteri secara utuh. Karena itu, supaya tidak ada dusta di antara kita, sebelum kita bahas lebih jauh, silahkan putar rekaman utuh tersebut, supaya kita sama-sama bedah. Jika tidak, kita akhiri pertemuan ini karena tidak akan ada hasilnya,” timbal Ambros Boli Berani, jurnalis ABC News, yang juga tergabung dalam PENA NTT di Bali.
Karena rekaman dan transkrip dimaksud tidak kunjung diberikan tim Kemendikbud, Koordinator PENA NTT Emanuel Dewata Oja yang memimpin jalannya dialog, memutuskan menskors dialog selama 10 menit.
Setelah skors, puluhan peserta pertemuan itu akhirnya sepakat untuk menunggu rekaman transkrip suara secara utuh selama kurang lebih seminggu. Pertemuan akhirnya tidak mencapai kata sepakat dan pertemuan itu dijadwal ulang. Para wartawan asal NTT itu meminta agar ada pertemuan kembali untuk meminta klarifikasi dan permintaan maaf secara langsung di Koran Jawa Pos.
“Bila tidak ada tindak lanjut maka Mendikbud telah melakukan pembohonan publik dan mendiskreditkan pendidikan NTT di mata dunia,” ujarnya. (Ade/Tjg)