Gianyar, Suarabali.co.id – Pemerintah Kota (Pemko) Padang Panjang, Sumatera Barat, studi komparatif tentang masyarakat hukum adat ke Pemkab Gianyar, Bali.
Rombongan studi itu dipimpin langsung oleh Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran. Mereka diterima Wakil Bupati Gianyar Anak Agung Gde Mayun bersama Ketua DPRD Gianyar I Wayan Tagel Winarta di Ruang Sidang Utama Kantor Bupati Gianyar, Senin (15/5/2023).
Hadir juga Asisten Administrasi Ekonomi dan Pembanguan Serdakab Gianyar I Wayan Sadra.
Studi komparatif itu terkait bagaimana hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat hukum adat dalam menyukseskan program pemerintah daerah serta kiat-kiat pemerintah daerah dalam menangani konflik tanah adat.
Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran mengatakan Kota Padang Panjang merupakan kota kecil yang berada di tengah-tengah Provinsi Sumatera Barat dengan penduduk kurang lebih 60.000 jiwa. Kota ini memiliki kemiripan dengan masyarakat Bali terkait tanah ulayat atau tanah ayah desa (tanah adat).
“Walaupun kita dan masyarakat umumnya ingin menginfasi suatu daerah, tapi belum tentu masyarakat adatnya mengijinkan, karena memang ada garis keturunan dan tanah-tanah adat yang tidak mungkin dicampurkan dengan daerah lain,” kata Fadly Amran
Hal itu, kata dia, dapat memproteksi daerah untuk kemasyarakatan. Di sisi lain, juga menjadi hambatan dalam pembangunan dan investasi yang ada di Padang Panjang.
“Di Padang Panjang ada tiga kenegari yang dipimpin ninik mamak yang dipilih. Kami berusaha mendekatkan diri bagaimana pembangunan di Padang Panjang bisa berkesinambungan dan bermanfaat bagi masyarakat sesuai dengan visi dan misi saya. Jadi, kami datang khusus melihat Gianyar yang terkenal dengan pariwisata dan lainnya. Saya yakin ini juga berkat kerjasama dengan pemuka agama yang ada. Tentu kami ingin belajar regulasi apa yang ada, Perbup apa, perda apa yang sudah dicanangkan,” paparnya.
Sementara Wakil Bupati Gianyar Anak Agung Gde Mayun mengatakan sejak datangnya Mpu Kuturan ke Bali dan mecetuskan konsep kayangan tiga. Sejak itu di Pulau Bali dikenal dengan adanya kayangan tiga dan desa adat. Desa adat yang mengatur wilayah adat tersebut.
“Sejak itu kita mengenal desa adat yang mengatur tentang wilayah tanah adat, yang tidak jauh berbeda dengan yang ada di Sumatera Barat. Kalau disini bernama desa adat kalau di Sumatera Barat dikenal dengan kenegarian, ” kata Agung Mayun.
Namun, setelah kemerdekaan, baru ada desa dinas yang mengatur tentang kependudukan yang dipimpin oleh kepala desa atau perbekel. Sementara desa adat dipimpin oleh bendesa adat yang saling bersinergi satu sama lain.
Selain itu, kata dia, juga diperkuat dengan regulasi-regulasi, mulai dari Pegub, Perda, Perbup, dan peraturan turunan lainnya.
Selesai diterima di Ruang Sidang Utama Kantor Bupati Gianyar, rombongan Forkopimda Padang Panjang mengunjungi lokus utama di Desa Peliatan, Ubud. (Rls)