Jakarta, suarabali.com – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Mohamad Subuh, mengatakan rumah sakit tidak usah khawatir dengan kelangkaan Anti Difteri Serum (ADS) sebagai obat anti difteri. ADS akan diberikan pada penderita difteri dengan bentukan pseudomembran (lapisan putih) pada mukosa hidung, mulut sampai tenggorokkan.
“Jadi, RS tidak usah khawatir. Tapi, SOP penanganan kasus difteri tetap dilakukan dan melaporkan. Cara yang paling gampang, kita punya whatsapp langsung difoto penyakit difterinya. Jika ada membran putih di tenggorokkan, kemudian kita berikan ADS,” kata Subuh di Jakarta, belum lama ini.
Begitu ditemukan difteri secara klinis harus dipastikan itu positif difteri. Maka, obat yang paling efektif adalah ADS. Mengingat produksi ADS langka, Kemenkes menyimpan stok ADS yang sampai saat ini sebanyak 1.000 dosis.
“ADS expired-nya hanya sebentar. Sehingga, ini benar-benar harus kita gunakan secara efektif. Saya selalu berkomunikasi dengan profesi dokter anak dan dokter spesialis penyakit dalam agar bisa menegakkan diagnosis ini (difteri) secara tepat, kerena obatnya terbatas sekali,” ucap Subuh.
Selain itu, pihaknya mengaku sudah berkomunikasi dengan WHO di India dan Geneva untuk membantu mencari obat difteri. “Saya sudah berkomunikasi dan mereka sudah merespon akan menyiapkan yang Indonesia perlukan,” tambah Subuh.
ADS lebih berperan menurunkan membran putih. Biasanya dalam wakut tiga sampai lima hari bisa turun. Selain ADS, perlu antibiotik, terutama bagi orang yang dekat dengan penderita.
Sangat Mudah Menular
Bakteri penyebab difteri dikeluarkan melalui cairan mulut dengan batuk atau bersin. Bahkan, bernapas saja kemungkinan penularannya tinggi. Difteri dikategorikan sebagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
“Kata kuncinya, penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi. Tolong masyarakat mengerti. Jadi, untuk pencegahan tidak ada kata lain harus imunisasi,” tegas Subuh.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi, kata Subuh, pertama harus melakukan penguatan terhadap program imunisasi rutin yang sudah berjalan selama 40 tahun.
Kedua, dengan kejadian difteri di beberapa provinsi, maka harus dilakukan Outbreak Response Imminization (ORI). Respon imunisasi diberikan karena adanya KLB dan dalam waktu dekat ini akan dilakukan di 12 kabupaten dan kota di tiga provinsi, yakni Banten (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan), DKI Jakarta (Jakarta Utara dan Jakarta Barat), dan Jawa Barat (Purwakarta, Karawang, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi) dengan sasaran 7,9 juta anak yang akan dimulai pada Senin (11/12/2017).
“Sasarannya anak usia 1 sampai 18 tahun diberikan secara gratis. Untuk usia di atas 18 tahun, saat ini kami mohon maaf dari pemerintah belum bisa memberikan gratis, bisa swadaya sendiri,” tambah Subuh. (Sir)