Jakarta, suarabali.com – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menargetkan kunjungan 17 juta wisatawan mancanegara (wisman) dan 275 juta wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun 2018. Untuk merealisasikan target tersebut, Kemenpar menerapkan strategi baru dengan menawarkan 100 destinasi digital dan nomadic tourism.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyatakan pilihan destinasi digital merupakan hasil tuntutan era digital dimana wisatawan zaman sekarang yang didominasi generasi milenial, cenderung menyukai destinasi yang memberikan pengalaman (experience).
“Kami ingin memanfaatkan peluang guna menjaring wisnus dengan menciptakan 100 destinasi digital yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Konsep destinasi digital ini mengacu pada destinasi yang kreatif, memiliki spot fotogenik untuk diunggah di media sosial, dan viral di media sosial,” terang Menpar Arief Yahya di Jakarta, Selasa (2/4/2018).
Berdasarkan hasil survei di seluruh dunia yang dirilis Everbrite-Harris Poll tahun 2014 membuktikan bahwa generasi milenial lebih memilih menghabiskan uang mereka untuk mendapatkan pengalaman dibandingkan barang (material goods). Peluang inilah yang tidak disia-siakan Kementerian Pariwisata untuk membangun destinasi digital yang berkonsep kekinian guna memaksimalkan perjalanan wisnus di Indonesia.
Tahun lalu, Kementerian Pariwisata telah menginisiasi lahirnya Generasi Pesona Indonesia (Genpi) sebagai komunitas yang membantu tersampaikannya program, kebijakan, dan promosi event Kemenpar di media sosial. Genpi inilah yang kemudian menciptakan ide kreatif terkait pembangunan atraksi destinasi wisata baru melalui pembangunan pasar kekinian di beberapa daerah di Indonesia.
Pasar Siti Nurbaya di Padang, Pasar Mangrove di Batam, Pasar Baba Boentjit di Palembang, Pasar Tahura di Lampung, Pasar Karetan di Kendal, Pasar Kaki Langit di Yogyakarta, Pasar Pancingan di Lombok, Pasar Kaulinan di Banten, dan Pasar Semarangan di Semarang merupakan sederetan destinasi wisata baru berbasis ekonomi rakyat yang sudah didirikan oleh Genpi.
Pasar tersebut dibangun dengan menampilkan keunikan khas daerah masing-masing, seperti kuliner khas daerah setempat, dijual dengan harga terjangkau, serta menyediakan aktivitas tertentu, seperti workshop tematik atau area permainan tempo dulu.
“Selain menawarkan pesona kuliner khas daerah yang tidak ditemukan di daerah lain, destinasi digital yang diwujudkan dalam bentuk pasar ini menyuguhkan sensasi atraksi tematik.Setiap sudutnya dibuat cocok untuk berfoto. Cocok untuk Anda para wisnus yang ingin kembali mengenang pengalaman tempo dulu yang dikonsep di lokasi yang sangat kekinian,” kata Don Kardono, Staf Khusus Menteri Pariwisata Bidang Komunikasi dan Media.
Untuk mewujudkan pembangunan 100 destinasi digital tersebut, Kemenpar telah beker jasama dengan Pemda di Indonesia, baik level provinsi, kota, dan kabupaten untuk membangun infrastruktur dasar seperti jalan, air, listrik, koneksi WiFi, lokasi sampah, serta toilet. Infrastruktur dasar tersebut bertujuan untuk memudahkan wisnus dalam menikmati kunjungannya selama berwisata di suatu destinasi digital.
Sementara untuk mendatangkan 17 juta kunjungan wisman pada tahun 2018, Kemenpar juga menyuguhkan strategi wisata baru bernama nomadic tourism atau yang lebih biasa dikenal dengan wisata embara. Wisata embara ini timbul sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan unsur 3A; atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.
Konsep wisata embara ini juga akan direalisasikan dengan membangun amenitas/akomodasi yang sifatnya dapat berpindah-pindah, dan bentuknya bermacam-macam seperti glamp camp, home pod, atau caravan. Sedangkan untuk pendukungan aksesibilitas dari wisata embara ini diwujudkan dengan sea plane, yang akan membawa wisman berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau yang lain di Indonesia.
Konsep wisata embara akan diterapkan di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas atau 10 destinasi Bali Baru. “Nomadic tourism ini akan dirintis dengan memanfaatkan empat dari 10 destinasi pariwisata prioritas sebagai pilot project-nya, yakni Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur”, ungkap Arief Yahya.
Kemenpar juga telah menyampaikan rekomendasi terkait percepatan deregulasi operasional caravan, seaplane, dan live abroad dengan Kementerian Perhubungan, untuk mendapatkan solusi izin amenitas wisata embara.
Selain itu, Kemenpar juga menyampaikan rekomendasi terkait deregulasi perizinan pemanfaatan Taman Nasional sebagai lokasi glamp camp wisata embara kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tak hanya itu, Kemenpar juga tengah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Pemda untuk melakukan pemetaan wilayah yang berpotensi untuk dibangun wisata embara.
“Kami sedang petakan mana saja wilayah di Indonesia yang cocok sebagai lokasi caravan, glamp camp, dan homepod. Informasi dari Pemerintah Daerah ini nantinya akan menjadi dasar pengembangan nomadic tourism, dan terkait investasinya, akan kami koordinasikan bersama Badan Koordinasi Penanaman Modal,” imbuh Menpar. (*/Sir)