DENPASAR, suarabali.co.id – Pertumbuhan ekonomi Bali saat ini masih sangat bergantung pada sektor tersier, terutama pariwisata dan jasa. Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra, mengungkapkan bahwa terdapat dua ketimpangan besar dalam pembangunan di Bali. Pertama, sektor pariwisata yang sangat mendominasi ekonomi Bali, hampir 75% dari total ekonomi Bali berasal dari sektor tersier ini.
“Sementara sektor pertanian dan industri kecil atau UMKM sangat kecil perannya. Bali sangat tergantung pada pariwisata,” kata Wayan Wiasthana di Denpasar, Selasa, 14 Januari 2025.
Ketimpangan kedua adalah ketidakmerataan pembangunan antarwilayah di Bali. Bali Utara belum segemerlap Bali Selatan, dan ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah. Untuk menjawab persoalan tersebut, Wayan menyebutkan bahwa pemerintah telah merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Bali 2018, yang bertujuan untuk mendorong pusat-pusat ekonomi baru di luar wilayah selatan Bali. Transformasi ini bahkan diresmikan langsung oleh Presiden saat itu.
Beberapa infrastruktur penting telah dibangun untuk mendukung hal tersebut, seperti pelabuhan di Nusa Penida, jalan pintas Singaraja-Mengwi, dan pembangunan pelabuhan rakyat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun, Wayan mengakui bahwa pembangunan ini belum optimal karena keterbatasan anggaran APBD Bali yang hanya sekitar Rp30 triliun. Sebagai perbandingan, anggaran APBD DKI Jakarta mencapai Rp80 triliun, dan rata-rata provinsi di Jawa sekitar Rp60 triliun, dengan setengahnya berasal dari APBN.
“Anggaran Bali masih belum cukup untuk mengakselerasi pembangunan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Mudah-mudahan, dengan anggaran yang ada, kami bisa secara perlahan mengatasi persoalan pemerataan pembangunan Bali,” ujar Wayan. Ia juga menambahkan bahwa isu pembangunan bandara, jalan tol, dan infrastruktur lainnya lebih merupakan isu politik dan belum ada kajian resmi yang mendalam untuk melanjutkan proyek-proyek tersebut.