Denpasar, suarabali.com – Rencana pembangunan bandara di Bali utara masih menuai polemik. Presiden Direktur PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) Made Mangku mengatakan kendala utama pembangunan bandara itu masih terganjal izin penentuan lokasi (Penlok) yang tidak kunjung keluar dari Kementerian Perhubungan.
Padahal, Gubernur Bali sudah bersurat ke Presiden Joko Widodo. Bahkan, surat Gubernur Bali tersebut telah direspon Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
“Presiden melalui Mensesneg sudah merespon surat Gubernur Bali sejak November tahun lalu dengan mengirim surat kepada Menteri Perhubungan untuk segera memproses Penlok dan mengeluarkan izin Penlok. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan. Kami juga tidak tahu dimana kendalanya,” ujar Made Mangku di Denpasar, Senin (26/2/2018).
Menurut dia, surat dari Mensesneg tersebut ditandatangani oleh Praktikno dengan Nomor B-1033-/M.Sesneg/D-1/HK.04.02/11/2017. Surat tersebut sifatnya segera tentang Penerusan Permohonan Penetapan Penetapan Lokasi di Bali Utara. Secara keseluruhan, isi surat Menseneg ke Menteri Perhubungan menjelaskan soal permohonan Gubernur Bali melalui suratnya Nomor 600-/3681/Sekred, tertanggal 16 Oktober 2017, yang mengatakan bahwa lokasi di wilayah laut di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, adalah pilihan terbaik untuk pembangunan bandara Bali utara.
Surat Mensesneg itu sudah dikirim ke Kementerian Perhubungan sejak 16 November 2017. Namun, hingga Februari 2018 belum ada tanggapan sama sekali dari Kemenhub.
“Saya tidak tahu apa kendalanya, mengapa sampai hari ini penentuan lokasi itu belum juga keluar. Saya tidak tahu kendalanya dimana. Saat ini kami hanya menunggu Penlok. Kalau itu keluar, maka kami segera ground breaking dan proses pembangunan dimulai. Sudah 4 tahun proses PT BIBU dan amat ditunggu-tunggu masyarakat,” ujarnya.
Dia tahu betul Presiden Jokowi sedang getol-getolnya melakukan pembangunan infrastruktur, tetapi terhambat di Kemenhub.
Presiden Komisaris PT BIBU Iwan Erwanto menjelaskan, lambannya proses perizinan di Indonesia dipertanyakan para investor yang sudah berkomitmen membangun BIBU.
“Para investor sudah berada di ambang putus asa. Mereka ingin pindah ke Malaysia. Di Malaysia, prosesnya hanya 4 bulan. Sementara di Indonesia, prosesnya bisa mencapai 4 tahun dan itu pun belum jadi. Kami hanya bisa meyakinkan mereka bahwa ini akan cepat selesai. Terakhir kami tunjukkan surat dari Mensesneg ke Kemenhub dan berharap segera keluar Penloknya,” ujarnya.
Ada 16 investor yang tergabung dalam PT BIBU dengan alokasi awalnya sebanyak Rp 50 triliun. Para investor itu berasal dari Kanada, Amerika, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Para investor itu tergabung dalam konsosrsium Kinessis Capital and Investmen (KCNI).
Ada 5 program dari pembangunan BIBU, yakni runway ganda, terminal, power plan, aerocity, dan marina. Namun, untuk awalnya hanya dibangun tiga program, yakni terminal, power plan, dan runway dengan total dana Rp 27 trilliun.
Untuk runway ganda dengan luas lahan awalnya 1.400 hektare dikurangi menjadi 1.060 hektare. Sementara panjang runway 4.100 meter atau 4 kilometer lebih. Hal ini disebabkan pesawat yang akan turun di BIBU adalah pesawat berbadan lebar A380 yang akan melayani jarak tempuh sekali terbang Bali-Los Angelos, Amerika. (Ade/Sir)