DENPASAR, suarabali.co.id – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencekal Julian Petroulas (33), warga negara Australia yang viral di media sosial karena video yang memperlihatkan cara cepat menjadi jutawan di Indonesia. Dalam video yang diunggah melalui akun YouTube miliknya, Julian menampilkan properti berupa tanah seluas 1,1 hektar dan restoran di Canggu, Bali.
Per 21 November 2024, Julian Petroulas (JP) sudah tidak bisa lagi masuk ke Indonesia. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt. Dirjen) Imigrasi, Saffar M. Godam, menjelaskan dalam keterangan resmi bahwa JP diduga melanggar Pasal 75 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum serta tidak menghormati peraturan perundang-undangan Indonesia.
Tindakan bisnis JP disebut ilegal, karena ia menggunakan visa on arrival untuk masuk ke Indonesia pada dua periode: 17 Juni 2024 hingga 7 Juli 2024, dan 20 Juli 2024 hingga 8 Agustus 2024. Jenis visa tersebut tidak mengizinkan WNA untuk memiliki tanah atau properti di Indonesia.
Imigrasi melakukan pengecekan terkait klaim kepemilikan lahan yang ditunjukkan dalam video Julian. Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi Ngurah Rai juga melakukan pengawasan ke lokasi vila dan sekitarnya untuk memastikan bahwa JP tidak memiliki tanah atau bisnis di Bali.
Imigrasi menilai konten yang dibuat oleh JP berpotensi merusak citra Indonesia sebagai tujuan investasi. “Konten semacam ini dapat menimbulkan persepsi negatif di kalangan investor asing, yang mungkin akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia,” ujar Godam.
Sebelumnya, pada unggahan Instagram 29 November 2019, akun resmi JP @julianpetroulas mengklaim telah membuka restoran pertama di Bali. Godam menegaskan bahwa Imigrasi akan menggunakan unit cyber untuk memantau dan menganalisis media sosial guna mencegah penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan Indonesia.
Imigrasi mengimbau masyarakat untuk melaporkan aktivitas mencurigakan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh WNA di sekitar mereka ke kantor imigrasi terdekat atau saluran pengaduan online yang telah disediakan.
“Kasus ini diharapkan menjadi peringatan bagi WNA lainnya untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia,” tambah Godam.