Denpasar, suarabali.com – Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Bali diminta oleh Komisi IV DPRD Bali untuk menimbang dipakainya manajemen berbasis Desa Adat atau Banjar untuk tangani pengungsi jika erupsi Gunung Agung benar-benar terjadi.
Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Parta mennyinggung soal ini usai Rapat Koordinasi penanganan pengungsi Gunung Agung dengan Dinsos, Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pendidikan dan BPJS Provinsi Bali di Kantor DPRD Bali, Senin (2/10).
“Kami minta Dinas Sosial untuk pikirkan pendekatan Desa Adat atau Banjar untuk menangani pengungsi kalau Gunung Agung jadi erupsi,” kata Parta.
Dengan pendekatan Desa Adat, jelas Parta, para pengungsi lebih mudah diurus sebab mereka tersebar ke setiap Desa Adat dalam jumlah yang kecil. Penanganan pengungsi akan rumit jika mereka menumpuk dalam dalam jumlah yang sangat banyak pada posko pengungsian. Dengan melibatkan Desa Adat menurut Parta, ada banyak orang yang bisa mengurus pengungsi tersebut.
“Dusun, klian Banjar, Desa Adat bisa membantu,” jelas Parta.
Pertimbangan lainnya, lanjut Parta, siswa yang mengungsi tersebut lebih mudah terurus untuk melanjutkan sekolahnya. “Kalau mereka ada di Banjar, jumlah mereka sedikit, bisa disekolahkan di sekolah terdekat. Kalau menumpuk di satu tempat pengungsian akan mengalami kesulitan. Mereka bisa menumpuk pada satu sekolah yang dekat dengan posko pengungsian. Guru-guru dari sekolah asalnya belum tentu ada di tempat pengungsian,” kata Parta.
Ia mengaku mendapat laporan, bahwa jumlah siswa pengungsi ada yang sampai 200 orang pada satu sekolah. “Ini tentu tidak baik bagi siswa di sekolah tersebut, maupun siswa yang baru masuk ke sekolah tersebut,” ujarnya.
Masih terkait pendidikan, menurut Parta, untuk sementara waktu ini sekolah yang menerima siswa pengungsi dalam jumlah banyak perlu membuka sekolah sore.
“Selanjutnya, dengan pendekatan Desa Adat itu mereka bisa sekolah di sekolah yang ada di dekat Desa Adat tempat mereka mengungsi,” katanya.
Parta mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan di Jakarta untuk membahas pencairan dana BOS.
“Sekolah-sekolah yang ditinggalkan pengungsi itu tidak lagi beraktivitas. Pemkab Karangasem tentu tak bisa mencairkan dana BOS untuk sekolah tersebut. Tapi siswa dari sekolah tersebut beraktivitas di sekolah lain. Ini yang kita akan koordinasikan dengan Kementerian Pendidikan di Jakarta agar Pemkab Karangasem mencairkan dana BOS ke sekolah-sekolah yang menerima siswa pengungsi tersebut,” jelas Parta.
Ia meminta Dinkes Provinsi Bali untuk memberi perhatian serius terhadap masalah kesehatan para pengungsi. Parta mengatakan, untuk pelayanan kesehatan dasar saat ini memang tidak ada masalah.
“Para pengungsi bisa dirawat di puskesmas. Tim doker juga ada di posko pengungsian. Namun itu hanya untuk pelayanan kesehatan untuk sakit yang menjadi dampak langsung dari bencana gunung Agung,” kata Parta.
Yang menjadi masalah, lanjut Parta, ketika pengungsi membutuhkan pelayanan kesehatan lanjutan untuk sakit yang bukan merupakan dampak dari bencana alam.
“Sebab, anggaran BNPB hanya untuk pengungsi yang sakit karena dampak langsung dari bencana seperti tubuh terbakar atau terluka saat mengungsi, atau penyakit yang timbul saat berada di tempat pengungsian, itu saja yang dilayani. Mereka yang sakit jantung, stroke dan penyakit bawaan lainnya tidak ditanggung BNPB. Pelayanan kesehatan lanjutan ini yang perlu biaya,” jelasnya.
Menurut Parta, untuk biaya pelayanan kesehatan lanjutan ini, tidak semua pengungsi memiliki BPJS KIS, dan tidak semua menggunakan BPJS mandiri. Kalaupun memiliki BPJS, mereka belum tentu membayar dengan tertib iuran BPJS selama berada di pengungsian. Apakagi bagi pengungsi yang sama sekali tidak memiliki BPJS Mandiri dan KIS.
Karena itu, pihaknya meminta Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali membiayai secara keseluruhan biaya pelayanan kesehatan para pengungsi tersebut.
“Jadi kami mengusulkan Pemda Karangasem mengunakan Universal Coverage (cakupan kesehatan keseluruhan) apakah sharing anggaran dengan Pemprov Bali untuk membiayai biaya kesehatan Warga Karangasem. Nanti Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali yang membayar BPJS KIS.
Terkait dengan rencana pembuatan kartu khusus untuk pengungsi, menurut Parta, kartu pengungsi tersebut bukan hanya berfungsi untuk informasi penduduk untuk mendapatkan lauk pauk, tapi cakupan manfaatnya harus lebih luas. “Kartu pengungsi itu bisa mencakup pelayanan kesehatan, kartu berobat, pelatihan kerja agar cepat recovery, dan lainnya,” pungkas Parta. (Ade)