Denpasar, suarabali.com – Komunitas Jurnalis Pena NTT Bali menunjuk Petrus Bala Pattyona sebagai kuasa hukum untuk mengajukan gugatan class action kepada Mendikbud Muhadjir Effendy.
Komunitas Jurnalis Pena NTT Bali akan mengajukan gugatan class action atas pernyataan Mendikbud Muhadjir yang dimuat koran Jawa Pos edisi 4 Desember 2017. Mereka menilai pernyataan Mendikbud melukai perasaan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mendikbud memberi pernyataan setelah melihat laporan Program for International Students Assesement (PISA) saat pertemuan di UNESCO, November 2017. Survei PISA menyebutkan kualitas pendidikan RI masuk ranking paling bawah. Lalu, Mendikbud menyebut sampel survei itu adalah siswa-siswi asal NTT. Dalam berita yang dimuat di Jawa Pos ditulis kutipan langsung, “Saya khawatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua.”
Menurut Pattyona, pernyataan Mendikbud itu telah melecehkan orang NTT. Dilihat dari kalimat langsung yang dilontarkan Mendikbud, sangat kelihatan Mendikbud tidak memiliki kepastian dimana survei itu dilakukan.
“Yang paling awal sebaiknya Mendikbud meminta maaf kepada PISA. Sebab, dimana PISA melakukan survei, Mendikbud sendiri tidak mengetahui secara pasti. Syukur kalau PISA melakukan survei di NTT. Kalau salah, ini sangat memalukan, karena Mendikbud asal bicara di forum internasional,” ujar pengacara yang juga asal NTT itu, Kamis (7/12/2017).
Kedua, menurut dia, kalaupun subjek sampel survei itu benar dilakukan di NTT, maka Muhadjir seharusnya mengundurkan diri karena gagal menjankan tugasnya sebagai Mendikbud.
“Menteri bicara tidak menggunakan data yang pasti. Ia hanya mengira-kira. Kalaupun benar, seharusnya ia (Mendikbud) mengundurkan diri, karena ini menunjukkan kebodohan dan kegagalannya sebagai menteri,” ujarnya.
Selain Mendikbud Muhadjir Effendi, Komunitas Jurnalis Pena NTT Bali juga akan melakukan langkah hukum kepada Harian Jawa Pos. Sebab, anggota Pena NTT mendapatkan informasi bahwa beberapa pegawai Humas dan Biro Hukum Kemendikbud mendatangi kantor redaksi Jawa Pos pada Kamis (7/12/2017).
Kedatangan rombongan Kemendikbud itu untuk melakukan somasi atau klarifikasi. Dari informasi yang diperoleh, pihak Kemendikbud mengaku pernyataan Mendikbud disampaikan dalam status off the record atau tidak boleh dikutip (dipublikasikan).
“Kami mencurigai ada upaya untuk mengorbankan wartawan yang menulis berita tersebut. Sebab, kutipan dalam naskah tersebut adalah kalimat langsung. Kalaupun off the record, itu berarti Mendikbud pernah mengucapkan kalimat yang mengatakan survei itu dilakukan oleh orang NTT. Tetap saja kita tempuh upaya jalur hukum,” ujarnya. (Ade/Sir)