Denpasar, suarabali.com – Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengundang berbagai pelaku usaha pariwisata Bali dalam rapat koordinasi di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (12/12/2017). Rapat ini digelar untuk membahas lesunya kunjungan wisatawan ke Bali akibat erupsi Gunung Agung yang tidak menentu.
Di hadapan para pelaku usaha pariwisata tersebut, Pastika meminta seluruh stakeholders melakukan analisis secara cermat terhadap informasi yang berbau mistik di Gunung Agung, sebagaimana yang beredar di media-media mainstream maupun media sosial.
“Tidak ada yang mistik di Gunung Agung. Semuanya bisa dipelajari secara ilmu pengetahuan. Saya juga belajar soal gunung api. Tidak ada yang tidak bisa dipelajari di dunia ini,” ujarnya.
Pastika mengatakan semua hal tentang Gunung Agung sudah ditanyakan kepada para ahli. Kalau dihitung sampai 10 level, menurut dia, letusan Gunung Agung hanya mencapai level dua. Pernah sampai pada level 3 sebelum tahun 1963 dan letusan terakhir pada tahun 1963 mencapai level 5 atau letusan terdahsyat. Sementara gunung lain di Indonesia letusannya sampai level 7.
“Gunung lain sampai meletus. Tidak boleh menafikan kekuasaan Tuhan. Tetapi, sepanjang Ilmu pengetahuan, maka Gunung Agung belum cukup dahsyat letusannya dan belum cukup umur untuk sebuah letusan yang besar. Karena luasan kawahnya sudah 4 kali lipat dibanding sebelum tahun 1963,” ujarnya.
Dia menjelaskan, gerakan magma bisa dipantau. Sumber magma di utara Tejakula Buleleng, bisa dipantau dengan baik. Satelit ada 5, ditambah seismograf, pengamatan langsung, dan pengamatan melalui drone.
Dari sisi keilmuan, kata dia, letusan Gunung Agung tidak akan dahsyat, karena jalur magma terbuka lebar dan harus mengisi rekahan kawah yang ada.
“Makanya, saya katakan tidak perlu takut. Abu paling tinggi 4 ribu meter. Warna kelabu, bukan hanya awan putih. Kalau angin bertiup ke selatan, maka habislah Ngurah Rai. Hampir setiap hari anginnya ke barat dan letusannya tidak terlalu tinggi. Acuan tahun 1963, laharnya masuk sampai 12 kilometer. Materialnya tidak sampai, kecuali hujan maka ada lahar dingin. Itu kalau seperti tahun 1963. Sekarang tidak sampailah. Karena ini yang menyangkut hidup, maka kita tetap melakukan evakuasi,” paparnya .
Terkait penyebab pariwisata lesu dan kunjungan wistawan anjlok, Pastika mengatakan media sosial dan media mainstream yang membuat banyak orang takut.
“Urusan takut, itu urusan perasaan. Perasaan itu dibentuk karena opini, dan opini itu terbentuk karena media, baik media mainstream maupun media sosial,” ujarnya.
Pastika mengimbau agar media tidak memberitakan yang seram-seram soal Gunung Agung. Ini dilakukan demi pariwisata dan pertumbuhan ekonomi Bali.
“Berkali-kali sudah disampaikan bahwa yang berdampak hanya 22 desa dan hanya 2 persen destinasi wisata yang berdampak. Sisanya aman terkendali,” katanya. (Ade/Sir)