Denpasar, suarabali.com – Ketua Bawaslu Bali I Ketut Rudia menilai Kabupaten Buleleng menjadi daerah yang paling rawan terjadi gangguan saat pelaksanaan Pilgub Bali pada 27 Juni 2018. Penilaian itu mengacu pada pemetaan TPS rawan dengan menggunakan enam variabel.
Ketut Rudia menjelaskan, enam variabel tersebut adalah akurasi data pemilih, penggunaan hak pilih atau hilangnya hak pilih, politik uang, netralitas KPPS, pemungutan suara, dan kampanye.
Selain itu, menurut dia, ada 15 indikator lainnya, yakni adanya pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT, ada pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam DPT, ada pemilih disabilitas, jumlah pemilih DPTB di atas 20 pemilih di dalam satu TPS.
Selain itu, ada TPS di wilayah khusus seperti daerah eksodus, ada politik uang di wilayah TPS, dan praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye, ada relawan bayaran pasangan calon di wilayah TPS, petugas KPPS mendukung pasangan calon tertentu, formulir C6 tidak didistribusikan kepada pemilih di TPS.
TPS berada di dekat posko atau tim sukses pasangan calon, ketua dan seluruh anggota KPPS tidak mengikuti bimbingan teknis, ketersediaan logistik, adanya praktik memengaruhi pemilih untuk memilih atau untuk tidak memilih calon tertentu berdasarkan agama suku, ras, dan golongan di sekitar TPS. Yang terakhir, adanya praktik menghina atau menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras dan golongan di sekitar TPS.
Dari 15 indikator tersebut, menurut dia, 14 indikator di antaranya ada di Buleleng. Sehingga, Kabupaten Buleleng dinilai paling rawan pada Pilkada Serentak 2018.
Sedangkan tingkat rawan sedang juga ada di daerah Kabupaten Gianyar, Kabupateng Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar. “Sedangkan yang hanya rawan ada di Jembrana dan Badung,” kata Ketut Rudia di Denpasar, Senin (25/6/2018).
Ketut Rudia menjelaskan, pengumpulan data tersebut dilakukan melalui kuisoner yang dijawab oleh pengawas TPS yang berjumlah 6.296 PTPS yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Bali. Pengumpulan data dilakukan sejak 10 Juni hingga 22 Juni 2018. “Data ini bisa bergerak sewaktu-waktu,” tegasnya.
Untuk mengantisipasi adanya kerawanan tersebut, Bawaslu Bali terus melakukan patroli. “Kami melakukan patroli hingga dini hari. Kami tidak hanya melakukan pengawasan di TPS yang rawan, tapi juga melakukan pengawasan alat peraga kampanye,” ujarnya.
Dia menerangkan, jumlah TPS rawan ditinjau dari akurasi data pemilih yang diukur dari jumlah TPS yang masuk sekitar 12,1 persen atau sekitar 763 TPS. (Dsd/Sir)







