Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Putu Agus Artana Putra.
Negara, suarabali co.id – Bali menjadi salah satu wilayah yang disebut dalam jalur gempa megathrust dengan kekuatan 9.0 Magnitudo yang berpotensi memicu terjadinya tsunami.
Terkait hal itu itu Tim dari BPBD Jembrana telah turun ke masing-masing desa untuk melakukan pembahasan serta memberikan edukasi ancaman hal tersebut.
Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Putu Agus Artana Putra mengatakan, tim dari BPBD Jembrana telah mulai turun untuk memberikan sosialisasi dan edukasi ke desa-desa terutama di 23 desa pesisir yang berpotensi terdampak tsunami paling parah.
Selain tu, masing-masing desa juga sudah membentuk Posko Relawan.
“Kemudian alat juga kita sebar (pendeteksi tsunami). Terutama di wilayah yang paling jauh, seperti Kecamatan Pekutatan dan Melaya. Kemudian ada life jacket dan cara evakuasi atau penanganan juga sudah diberikan ke masing-masing desa,” sebutnya.
Disinggung mengenai kesiapan masyarakat, Agus Artana mengakui masyarakat di masing-masing desa telah diberikan imbauan bahwa ada potensi ancaman tsunami di wilayah mereka (pesisir).
Apalagi di Jembrana ada 23 desa wilayah pesisir yang berpotensi terdampak tsunami.
Menurut data yang berhasil diperoleh, 23 desa yang disebutkan terletak dari ujung timur yakni Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan hingga ujung barat Jembrana yakni Kelurahan Gilimanuk di Kecamatan Melaya.
“Kita telah bentuk beberapa desa tangguh bencana sebagai mitigasi dan kesiapsiagaan,” kata Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Putu Agus Artana Putra, Selasa (20/8) dikutip dari tribunbali com.
Segala hal tentang antisipasi dan penanganan serta evaluasi dampak atau risiko bencana alam tersebut sudah dilakukan.
Apalagi rencana kontigensi bencana tsunami dampak gempa bumi megathrust telah disahkan dan diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 13 tahun 2024.
Dia mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan berpikir positif mengingat semua daerah/wilayah juga berpotensi memiliki risiko yang sama.
“Renkon juga sudah jadi perbup, kami harap masyarakat terutama di wilayah pesisir untuk bisa melakukan antisipasi, penanganan serta evaluasi juga. Semua sudah masuk dalam Renkon tersebut,” tandasnya.
Terkait statement BMKG: Gempabumi di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “Tinggal Menunggu Waktu” yang telah disampaikan sebelumnya, hal ini karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, namun bukan berarti akan segera terjadi gempa dalam waktu dekat.
Dikatakan “tinggal menunggu waktu” disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.
“Sampai dengan saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memprediksi gempabumi dengan tepat dan akurat (kapan, dimana dan berapa kekuatannya), sehingga tidak dapat diketahui kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya,” ujar Kepala BBMKG Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho, Senin (19/8).
Disinggung bagaimana mengenai potensi megathrust di Selatan Bali? Cahyo Nugroho menyampaikan relatif aman.
“Berdasarkan pengamatan kegempaan di Selatan Bali, secara umum relatif aman dengan didominasi gempabumi magnitudo 3 hingga 4,” ungkapnya.
Kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa seperti melaut, berdagang dan berwisata di pantai. Jika merasakan gempabumi kuat dengan durasi yang lama, segera keluar rumah dan menjauhi pantai.
“Informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga diharapkan tidak dimaknai secara keliru seolah akan terjadi dalam waktu dekat,” ujar Cahyo Nugroho.
BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat.
Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi (Instagram/Twitter @infoBMKG), website (http://www.bmkg.go.id atau inatews.bmkg.go.id), telegram channel (https://t.me/InaTEWS_BMKG) atau melalui Mobile Apps (IOS dan Android): wrs-bmkg atau infobmkg. (*)