• Home
  • Indeks Berita
  • Ketentuan
  • Ketua PWI Pusat Ingatkan Media Massa Pentingnya Jaga Kebhinekaan   Jelang Pilkada 2024
  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Terms of Service
Sabtu, 21 Juni 2025
  • Login
Suara Bali
Advertisement
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up
No Result
View All Result
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up
No Result
View All Result
Suara Bali
No Result
View All Result
Home Nasional

Antisipasi Kecurangan, Teknologi Blockchain Bisa Digunakan di Pilpres 2019

by
Agustus 16, 2018
in Nasional
0
Antisipasi Kecurangan, Teknologi Blockchain Bisa Digunakan di Pilpres 2019

Ilustrasi. (Ist)

0
SHARES
Bagi ke FacebookBagi ke TwitterBagi ke WhatsApp

Jakarta, suarabali.com – Horizon State, sebuah perusahaan start up yang bertempat di Melbourne, sedang mencoba pengujian terhadap teknologi blockchain yang banyak dikenal dalam jual beli bitcoin. Teknologi blockchain akan digunakan untuk membantu Pemilu di Indonesia.

“Bila kita menggunakan blockchain untuk memberikan suara, sama seperti transaksi bitcoin. Maka suara itu tidak akan bisa diubah lagi. Jadi, ada proses yang dapat dipercaya terhadap satu sistem yang tidak dikuasai oleh satu pihak, satu organisasi, entah itu pemerintah atau individu,” ujar Jamie Skella dari perusahaan Horizon State yang mendesain platform untuk membantu membuat pemilu menjadi lebih transparan.

Related posts

Presiden Prabowo Instruksikan Menteri Terkait Jaga Stabilitas Harga Bahan Pangan Jelang Ramadhan

Presiden Prabowo Instruksikan Menteri Terkait Jaga Stabilitas Harga Bahan Pangan Jelang Ramadhan

Februari 28, 2025
Hukuman Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun dalam Kasus Korupsi Gas LPG

Hukuman Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun dalam Kasus Korupsi Gas LPG

Februari 28, 2025

“Ini semua adalah properti yang sangat penting bagi kotak suara digital, sehingga suara yang masuk tidak bisa diubah, tidak bisa diakali dan tidak bisa dihilangkan,” katanya seperti dilansir teknologi.id.

Horizon State sedang melakukan pengujian terhadap platform pemberian suara menggunakan teknologi blockchain di Sumatera dengan harapan nantinya bisa digunakan dalam pemilihan tingkat daerah maupun nasional.

Menurut Direktur Blockchain Innovation Hub RMIT University di Melbourne Profesor Jason Potts, menggunakan teknologi blockchain untuk pengumpulan suara Pemilu adalah hal yang masuk akal di zaman seperti sekarang ini.

“Teknologi blockchain pertama digunakan untuk mata uang kripto. Namun, pada dasarnya teknologi ini digunakan untuk pengumpulan data di saat ingin mendapatkan kebenaran mengenai sesuatu hal,” ujar Profesor Potts.

“Perekaman data menggunakan teknologi blockchain ini akan memberikan rasa percaya terhadap proses pemilihan dan juga teknologi mudah untuk membuktikan bahwa proses pemungutan suara sudah berjalan,” imbuhnya.

“Untuk negara dengan sistem demokrasi masih berkembang, masalah dasar yang kadang tidak percaya dengan pemerintah dan ini adalah cara untuk tidak harus mempercayai pemerintah menjalankan dalam proses pemilihan, tetapi menyerahkannya pada teknologi.”

Carla Chianese dari The International Foundation for Electoral Systems terlibat sebagai pakar dalam masalah pendidikan bagi pemilih dalam Pilkada di Indonesia pada bulan lalu, yang juga terlibat dalam Pemilu dan Pilpres tahun depan.

Berbicara dari pengalaman pribadinya di lapangan, Chianese mengatakan kecurangan dalam pemilihan banyak terjadi di Indonesia dan penggunaan teknologi digital bisa membantu dalam meningkatkan kepercayaan publik dalam proses demokrasi ini.

“Saya kira sebagai orang yang banyak terlibat dalam proses Pemilu, kami selalu berusaha mencari cara untuk mempertahankan esensi sebuah pemilihan, yaitu bebas, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Chianese.

Dalam proyek yang dilakukan di Sumatera tersebut, para anggota kelompok Nahdlatul Ulama (NU) akan memiliki kotak pemilihan digital di telepon genggam mereka.

Mereka akan bisa menggunakan kotak digital itu untuk memberikan suara berkenaan hal yang terjadi di komunitas, misalnya memilih ketua, menentukan dana untuk kegiatan tertentu maupun menentukan proyek apa yang harus dilakukan.

Horizon State berharap jika keberhasilan menggunakan model ini di Sumatera akan bisa kemudian digunakan dalam pemilihan di tingkat lebih tinggi di Indonesia.

“Kami sekarang terlibat dialog dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, yang sangat tertarik dengan penggunaan teknologi dalam pemilihan lokal dan nasional,” kata CEO Horizon State Oren Alazraki.

Horizon State baru-baru ini disebut sebagai pioner di bidang teknologi dalam World Economic Forum di Swiss pada Januari 2018, mengikuti jejak perusahaan seperti Google, Airbnb, dan Atlassian.

Alazraki mengatakan teknologi blockchain ini kemungkinan besar akan digunakan tahun depan dalam pemilihan nasional di negara-negara Uni Eropa. Jika ini dilakukan akan menjadi pemilihan umum nasional yang menggunakan teknologi blockchain.

DPR sebelumnya sempat mempertimbangkan untuk menggunakan sistem pemilihan elektronik untuk Pemilu 2019 Namun kemudian dibatalkan, karena khawatir sistemnya akan mudah diretas.

Henri Morgan Napitupulu, seorang pengusaha yang ikut terlibat dalam proyek blockchain NU tersebut, menyebutkan teknologi ini akan  memberikan transparansi dan berbeda dengan sistem pemungutan suara elektronik. “Blockchain adalah salah satu solusi dalam usaha mengurangi rasa tidak percaya warga di Indonesia,” ujar Napitupulu.

“Masalah di Indonesia saat ini adalah banyak informasi palsu dan banyaknya penghitungan palsu. Banyak orang di Indonesia tidak percaya dengan lembaga penyelenggara Pemilu,” katanya.

Namun demikian, Chianese mengatakan teknologi blockchain bukanlah jawaban atas segala masalah yang ada. Menurut dia, walau teknologi ini memberikan kemudahan dan transparansi lebih besar bagi pihak berwenang dan pemantau pemilu, tapi bisa juga menimbulkan rasa curiga lebih besar dari pemilih dan juga mengurangi kerahasiaan pemberian suara.

“Mereka tidak percaya dengan sistem, karena mereka tidak percaya ini akan sepenuhnya tidak bisa diretas atau dimanipulasi. Entah itu disebabkan banyaknya informasi palsu atau juga intimidasi terhadap pemberi suara. Itulah sebabnya mengapa di banyak negara, mereka masih mengunakan sistem kertas suara,” ujar Chianesa. (*)

 

Previous Post

Jamin Kualitas Daging Kurban, Pemerintah Terapkan Standar ASUH

Next Post

Menjelang Pembukaan Asian Games 2018, Kapolri Minta Masyarakat Ciptakan Situasi Aman

Next Post

Menjelang Pembukaan Asian Games 2018, Kapolri Minta Masyarakat Ciptakan Situasi Aman

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru

Lomba Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung 2025: “Bhandana Bhuhkala Festival” Resmi Berakhir

Lomba Ogoh-Ogoh Kabupaten Badung 2025: “Bhandana Bhuhkala Festival” Resmi Berakhir

3 bulan ago
ASDP Gilimanuk Siapkan 54 Kapal Penumpang Hadapi Arus Mudik Lebaran 

ASDP Gilimanuk Siapkan 54 Kapal Penumpang Hadapi Arus Mudik Lebaran 

3 bulan ago
Penyeludupan Enam Ekor Penyu Hijau Berhasil Digagalkan

Penyeludupan Enam Ekor Penyu Hijau Berhasil Digagalkan

3 bulan ago
IC Consultant Bali Gelar Edukasi Pajak untuk Pengusaha

IC Consultant Bali Gelar Edukasi Pajak untuk Pengusaha

3 bulan ago
Suara Bali

© 2023 PT Suara Bali Media - All Right Reserved

  • Redaksi
  • Ketentuan
  • Kode Etik

No Result
View All Result
  • Home
  • Bali
  • Nasional
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Suara Bali TV
  • Tokoh
  • Komunitas
  • Wake Up

© 2023 PT Suara Bali Media - All Right Reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In