Badung, Suarabali.com– Diretorat Jendral Bina Pembangunan Daerah Kementrian Dalam Negeri menggelar pelatihan tentang kebijakan dan strategi air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) dalam dokumen perencanaan daerah regional II. Pelatihan tersebut berlangsung selama tiga hari, dari Selasa hingga Kamis (10-13/10/2017).
Plt.Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo, mengatakan, pertemuan ini menandai pentingnya pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, dalam upaya mempercepat pencapaian universal access atau 100 persen akses air minum aman dan sanitasi yang layak berdasarkan milestone Sustainable Development Goals (SDGs).
“Setiap negara diharapkan telah mampu mewujudkan 100 persen akses air minum dan sanitasi untuk penduduknya di tahun 2030. Indonesia meletakkan target pencapaian awal yaitu tahun 2019,” ucap Hadi, Selasa (10/10/2017).
Menurut Hadi, Pemerintah telah mencanangkan pencapaian SDGs dalam RPJMN 2015-2019 sebagai prioritas pembangunan, yang salah satu tujuannya agar akses universal air minum aman memenuhi 4K, yaitu kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan, serta seluruh rumah tangga memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang memadai.
Hadi menjelaskan, Data Bappenas tahun 2017 menyebutkan, capaian pemenuhan akses air minum layak telah mencapai 84,00%, sedangkan untuk sanitasi yang layak sebesar70,7% dan akses sanitasi dasar baru sebesar 12,4% (9,17% di tahun 2016).
“Untuk itu, pencapaian target SDGs dan RPJMN yang dibagi kepada seluruh daerah harus diprioritaskan oleh Pemerintah Daerah agar pencapaian yang kita harapkan bisa mencapai 100% di tahun 2019,” jelasnya.
Untuk membantu pencapaian tersebut, sejak tahun 2008 Pemerintah telah melaksanakan Program Pamsimas, yang saat ini telah memasuki Program Pamsimas III. Pamsimas adalah peningkatan kapasitas Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam pengelolaan air minum dan sanitasi perdesaan berbasis masyarakat yang berkelanjutan.
Pamsimas menjadi platform kolaborasi bagi pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat dan swasta dalam rangka pencapaian akses universal air minum dan sanitasi perdesaan pada tahun 2019.
“Pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia masih banyak menghadapi kendala. Namun, ada beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Untuk dapat menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk mengatasi kendala yang dihadapi diperlukan beberapa perubahan, khususnya terkait dengan mengenai perencanaan daerah kebijakan, kelembagaan dan implementasinya,” kata Hadi.
Hadi juga menyampaikan, berdasarkan Program Pamsimas, sebagai wujud komitmen Pemerintah Daerah, RAD AMPL harus diwujudkan dalam Peraturan Kepala Daerah. Sejauh ini, baru 119 Kabupaten dari 365 Kabupaten yang sudah melegalkan RAD AMPL ke dalam Peraturan Bupati, atau baru 32,6%. Untuk wilayah Regional II yang terdiri dari 12 Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan) dan 132 Kabupaten, baru terdapat 40 Kabupaten yang memiliki Peraturan Bupati terkait pelaksanaan RAD AMPL atau 30% dari jumlah per regional II. (mkf)