Jakarta, suarabali.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berbasis di Jakarta dan Gerakan Media Merdeka (Geramm) yang berbasis di Kuala Lumpur mengecam tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan politisi di Malaysia, Indonesia, dan Filipina, seperti dimuat dalam laporan Asian Correspondent.
Endah Lismartini, pegiat AJI, mengatakan laporan yang disampaikan Asian Correspondent itu harus disikapi. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Asian Correspondent, delapan jurnalis perempuan dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina telah menjadi korban pelecehan seksual saat melakukan pekerjaan mereka sebagai jurnalis profesional.
Laporan tersebut mengutip cerita dua jurnalis perempuan Malaysia dan seorang jurnalis perempuan Indonesia. Ketiganya berbagi pengalaman serupa tentang terjadinya pelecehan seksual saat menjalankan profesinya sebagai jurnalis. Tindakan pelecehan itu dilakukan melalui pesan teks, kontak fisik, hingga undangan makan malam ‘khusus.’
“Hal yang disesalkan, ada satu fakta yang terungkap bahwa ketika jurnalis perempuan melaporkan kasus pelecehan seksual itu pada editornya, ia justru diminta untuk ‘memanfaatkan’ situasi itu untuk mendapatkan berita yang lebih eksklusif,” kata Endah Lismartini dalam rilis yang diterima suarabali.com.
Menyadari hal ini adalah masalah umum di kedua negara dan di kawasan ini, kata Endah, pihaknya mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menolak segala bentuk pelecehan seksual terhadap semua jurnalis, atau dalam kasus khusus ini terhadap jurnalis perempuan.
“Kasus-kasus seperti ini telah lama diabaikan, karena dianggap tidak penting. Bahkan, dianggap hal yang ‘normal’ sebagai bagian dari interaksi sehari-hari antara jurnalis dan sumber berita mereka,” imbuhnya.
AJI dan Geramm percaya, dengan munculnya suara dari beberapa jurnalis perempuan yang berani berbagi cerita, berarti ini saatnya bagi kantor media untuk merespons laporan kasus tersebut dengan serius, dan mempertimbangkan membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Batas kabur antara pelecehan seksual dan hubungan baik dengan nara sumber, menurut dia, harus ditarik dengan jelas. Perlu ada saluran yang jelas agar masalah semacam ini bisa segera ditangani.
“Berdasarkan sejumlah catatan itu, kami menuntut semua sumber berita, terlepas dari status mereka, untuk menunjukkan rasa hormat terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Sebagai organisasi yang memperjuangkan kebebasan pers dan hak-hak praktisi media, AJI dan Geramm sepakat bahwa isu pelecehan seksual harus ditangani secara menyeluruh. AJI dan Geramm juga menekankan pentingnya bagi jurnalis untuk membangun hubungan dan komunikasi dengan para politisi dan narasumber secara profesional dengan didasarkan pada prinsip saling menghormati. (Sir)