Denpasar, suarabali.com – Aparat Direktorat Narkoba Polda Bali membekuk tiga orang pelaku pengedar mushroom yang beroperasi di seputaran kawasan wisata Kuta dan Legian Bali. Ketiga pelaku itu adalah H alias H (31) , M alias A (31) dan S alias W (53). Ketiga pelaku tersebut ditangkap di rumah kos Jl Kubu Anyar Gang Semangka, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Ada pun barang bukti yang diamankan antara lain 138 bungkus mushroom sebanyak 1,160 gram. Selain itu disita sejumlah barang bukti seperti hp serta uang tunai yang diduga hasil penjualan narkoba sebanyak Rp 1,5 juta.
Wakil Direktur Narkoba Polda Bali AKBP Sudjarwoko mengatakan, hasil penyidikan sementara bahwa ketiga pelaku mengaku baru menjalankan aksinya sejak 3 bulan lalu. Para pelaku memang menjualnya di kawasan wisata di Kuta dan Legian. Pembelinya beragam, baik wisatawan asing maupun lokal.
“Mushroom diambil dari beberapa titik ladang kosong yang banyak kotoran sapinya di sekitaran daerah Denpasar Selatan. Setelah itu barang haram berbentuk jamur itu dikemas dalam bungkusan plastik kecil kemudian dijual bervariasi mulai Rp 5 ribu perbungkus sampai Rp 20 ribu perbungkus. Bila musim hujan, mushroom sangat mudah didapatkan sehingga harganya murah. Sebaliknya bila musim panas, mushroom sedikit kesulitan didapat, sehingga harganya murah. Rata-rata penghasilan perhari minimal Rp 200 ribu,” ujarnya Sudjarwoko di Mapolda Bali, Kamis (26/10).
Tersangka mengaku bahwa mushroom dijual dalam bentuk mentah dan dalam bentuk racikan berupa minuman. “Minumannya bisa berupa jus, air putih, dan minuman bersoda. Namun kebanyakan dijual dalam bentuk mentahan sehingga pembeli bisa meraciknya sendiri baik di rumah, di hotel atau vila khususnya bagi yang orang asing,” ujarnya.
Para pelaku juga mengaku bahwa ntuk di Kuta dan Legian, selama ini mashroom bisa dijual bebas. Mereka mengaku belum mengetahui jika mushroom sudah dilarang. Untuk kami akan terus melakukan pemantauan terhadap para penjual, karena barang haram ini tidak perlu modal untuk memperolehnya. Tinggal mencarinya di ladang kosong yang ada kotoran sapinya,” ujarnya.
Sudjarwoko menegaskan tidak ada tahap sosialisasi bagi para pengedar karena mushroom sudah dilarang di Indonesia.
Kaur Sub Bidang Laboratorium Forensik Cabang Denpasar Kompol Imam Mahmudi menjelaskan, jika hasil uji laboratorium memperlihatkan bahwa mushroom termasuk dalam narkotika golongan satu. Hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Denpasar dengan menggunakan GCMS menunjukan bahwa jamur atau mushroom itu mengandung sediaan psilosina dan terdaftar dalam narkotika golongan satu UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mushroom sendiri meimbulkan halusinasi tingkat tinggi dan sangat tergantung dengan latar belakang psikis pemakai. Bila pemakai dalam keadaan gembira maka efeknya akan semakin bergembira. Sebaliknya bila pemakai dalam keadaan sedih maka pemakai akan semakin sedih dan menangis tersedu-sedu. “Intinya pengguna bisa menimbulkan halusinasi secara berlebihan. Yang sedih akan semakin sedih, yang gembira akan terus tertawa, yang sedang ketakutan akan semakin takut,” ujarnya.
Para pelaku akan dijerat dengan pasal 111 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman minimal 5 tahun atau maksimal 10 tahun penjara. (Ade)